REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Israel dan faksi-faksi Palestina di jalur Gaza telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata, meski begitu penduduk Palestina masih menyimpan kekhawatiran pergi ke luar rumah. Tak terkecuali para siswa di Palestina.
Reem Khalla (16 tahun) salah satunya, ia begitu khawatir ketika berangkat sekolah. Ia masih ketakutan dengan peristiwa pengeboman hebat yang dilakukan angkatan udara Israel di Gaza beberapa hari lalu yang membuat banyak bangunan hancur. Setelah gencatan senjata terjadi dan Departemen Pendidikan Gaza mengumumkan kegiatan belajar di sekolah dibuka menyusul situasi yang sudah kembali normal.
“Ketika saya tiba (di sekolah) kurang dari separuh teman saya, hanya sekitar 15 orang di sana. Kami semua ketakutan dan guru memberikan izin yang ingin pulang,” kata Khalla dilansir di Aljazirah, Kamis (11/15) dini hari.
Khalla menuturkan situasi kegiatan belajar-mengajar yang tak kondusif. Sebagian besar siswa yang hadir justru memperbincangkan tentang gencatan senjata yang terjadi.
“Kami bahkan tak belajar banyak, sebagian besar berdebat jika gencatan senjata ini terjadi, apakah akan menjadi pengulangan seperti perang pada 2014,” ujanya.
Pada 2014, lebih dari 2.200 warga palestina tewas setelah serangan Israel ke negara itu. Mayoritas yang tewas merupakan warga sipil. Serangan tersebut juga membuat puluhan ribu warga Palestina kehilangan tempat tinggal.
Mohammad Baroud, seorang guru di Gaza, meragukan gencatan senjata Israel dengan Palestina di jalur Gaza akan berlangsung lama. Menurutnya sejak dulu, Israel tak pernah menaati kesepakatan yang dijalin dengan Palestina. Baroud pun menyampaikan serangan militer Israel beberapa hari lalu menebarkan ketahutan pada siswa-siswa di Palestina.
“Murid-murid saya yang kebanyakan berusia 11 tahun ketakutan. Saya menghabiskan hari dengan menghibur mereka, meyakinkan mereka semua akan baik-baik saja,” ujarnya.
Pada Selasa, faksi-faksi yang dipimpin Hamas mengumumkan gencatan senjata untuk memulihkan ketenangan pascaserangan udara Israel di jalur Gaza yang dibalas dengan tembakan roket faksi Palestina. Sebanyak 14 orang Palestina dan 2 orang Israel tewas dalam perang tersebut.
Menteri Pertahanan Israel Avigdor Lieberman mengumumkan pengunduran diri dari jabatannya sebagai protes atas terjadinya kesepatakan gencatan senjata. Hal itu pun membuat politik di Israel memanas. Di lain sisi, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu meyakini kebijakan gencatan senjata tersebut merupakan langkah yang benar.