REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH – Aparat penegak hukum Arab Saudi menyatakan, mereka menyiapkan hukuman mati bagi lima orang otak pembunuhan jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi di gedung Konsulat Saudi di Istanbul. Namun, kejaksaan belum menjelaskan siapa saja lima orang tersebut.
Dilansir dari Aljazeera, Jumat (16/11), Wakil Jaksa Penuntut Umum Arab Saudi, Shalan Al-Shalan mengatakan, rentetan insiden pembunuhan itu terjadi sejak tanggal 29 September 2018. Menurut Shalan, insiden itu dimulai ketika seorang mantan wakil kepala intelijen Saudi memerintahkan pemimpin misi untuk membawa Kashoggi kembali ke Saudi. Jika ajakan gagal, maka harus dipaksa.
Namun, hingga saat ini, kantor Kejaksaan Saudi belum memberikan nama mantan wakil kepala intelijen tersebut. Sementara, Jenderal Ahmad Al-Assiri yang kini telah dipecat oleh Kerajaan Saudi dari jabatan wakil kepala intelijen telah dinyatakan terlibat dalam pembunuhan tersebut.
Pemimpin misi -yang tidak disebutkan namanya- itu kemudian mengumpulkan tim beranggotakan 15 orang untuk memaksa Kashoggi kembali ke Saudi. Dari 15 anggota tim, terdapat seorang ahli forensik yang bertugas untuk menghilangkan bukti-bukti dari tempat kejadian jika terjadi sesuatu.
“Pada tanggal 2 Oktober 2018, pagi hari, ternyata pemimpin tim melihat bahwa Kashoggi tidak akan bisa dipaksa kembali. Jadi dia memutuskan untuk membunuhnya saat itu juga,” kata Shalan.
Disebutkan Shalan, jurnalis senior berusia 59 tahun itu kemudian meninggal karena suntikan mematikan. Penyebab kematian secara resmi dinyatakan akibat sebagai overdosis obat, lalu tubuhnya dipotong-potong dan dikeluarkan dari gedung.
Bagian-bagian tubuh itu selanjutnya dikirim ke kolaborator lokal. Selanjutnya seorang pria ditugaskan untuk mengenakan pakaian Khashoggi dan berpose sebagai wartawan yang keluar dari konsulat.
Menurut para penyelidik Saudi, kamera-kamera di dalam konsulat dilumpuhkan selama pembubuhan dan pemotongan Khashoggi. Kini, Shaalan mengatakan sebanyak 21 orang telah berada dalam tahanan. Sebanyak 11 orang telah didakwa dan dirujuk ke pengadilan