Senin 19 Nov 2018 07:15 WIB

Theresa May tak Gentar dengan Ancaman Mosi tidak Percaya

Inggris sedang berada di masa krisis negosiasi Brexit.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Inggris Theresa May.
Foto: Christopher Furlong/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Inggris Theresa May.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Theresa May mengatakan menggulingkannya dari kursi tertinggi pemerintahan eksekutif Inggris hanya akan menunda proses Brexit. May juga mengatakan tidak akan membiarkan tekanan terhadap kepemimpinannya mengalihkan perhatiannya di masa krisis negosiasi Brexit.

"Tujuh hari kedepan akan sangat kritis, mereka berbicara tentang masa depan negara ini, saya tidak akan terdistraksi dari pekerjaan penting," kata May kepada Sky News, Ahad (18/11).

Untuk bisa menggulingkan May dari kursi perdana menteri harus ada 48 surat mosi tidak percaya dari partai pengusungnya, yaitu Partai Konservatif. Anggota parlemen Inggris Graham Brady mengatakan jumlah 48 tersebut belum tercapai.

Tapi lebih dari 20 anggota parlemen secara terbuka sudah mengatakan mereka telah mengajukan surat mosi tidak percaya tersebut. Tapi kabarnya ada beberapa anggota parlemen dari Partai Konservatif yang telah melakukannya secara diam-diam.

"Perubahan kepemimpinan pada titik ini tidak akan membuat negosiasi lebih mudah, apa yang akan terjadi artinya ada resiko yang bisa membuat negosiasi kami tertunda," kata May.

May mengatakan tim negosiasi berkerja seperti yang telah mereka laporkan. Ia berniat datang ke Brussel dan bertemu dengan Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker. May mengatakan ia juga akan berbicara dengan pemimpin-pemimpin negara Eropa lainnya dalam pertemuan Uni Eropa untuk membicarakan kesepakatan 25 November mendatang.

Beberapa surat kabar Inggris melaporkan lima menteri pro-Brexit sedang bekerja sama untuk menekan May mengubah isi kesepakatannya. Tapi dalam tulisannya di surat kabar the Sun, May menulis ia tidak memiliki rencana alternatif lainnya.

Mantan Menteri Brexit Dominic Raab yang mengundurkan diri pada Kamis (15/11), lalu memprotes kesempakatan tersebut. Ia mengatakan Raab mendukung May sebagai pemimpin tapi kesepakatan yang ia ajukan sangat cacat dan ia juga ragu parlemen akan menyetujuinya. Raab mengatakan May harus segera mengubah arah kesepakatan.

"Saya masih berpikir kesepakatan masih bisa dilakukan tapi ini sudah sangat terlambat dan kami harus mengubah arah kesepakatan," kata Raab.

Ia menambahkan risiko terbesarnya kesepakatan tersebut ditolak House of Commons. Karena itu sangat penting untuk May, kata Raab, melakukan sesuatu sekarang ini juga.

Ketua Partai Pekerja Jeremy Corbyn menegaskan akan menolak kesepakatan yang diajukan May jika sudah sampai ke Parlemen. Oposisi pemerintah May tersebut mengatakan meski menolaknya  ia akan tetap menjaga jarak dari apa yang ia sebut sebagai pilihan terakhir rakyat.

"Ini pilihan untuk masa depan, bukan pilihan untuk saat ini, karena bagaimana jika kami melakukan referendum besok, apa yang akan terjadi? Apa pertanyaannya?" kata Corbyn kepada Sky News.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement