REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Perdana Menteri Kamboja Hun Sen mengatakan pada Senin (19/11), Kamboja tak akan mengizinkan keberadaan pangkalan militer asing di negaranya. Pernyataan ini menyusul laporan bahwa Cina sedang berupaya untuk mendapatkan sebuah pangkalan angkatan laut di Provinsi Koh Kong.
The Asia Times, mengutip sumber dan analis diplomatik melaporkan pada Kamis bahwa Beijing telah melobi Kamboja sejak 2017 untuk sebuah pangkalan angkatan laut.
"Apakah Kamboja perlu melanggar Konstitusi untuk mengizinkan pangkalan militer asing di wilayah Kamboja? Saya tidak perlu orang asing untuk bertempur di wilayah Kamboja seperti di masa lalu, juga tidak memungkinkan Kamboja menjadi tempat untuk ideologi atau percobaan senjata," ujar Menteri Informasi Khieu Kanharith mengutip pernyataan Hun Sen selama pertemuan Kabinet pada Senin (19/11).
Basis angkatan laut itu menjadi bagian dari proyek Grup Pengembangan Serikat Tianjin (UDG) Cina yang mulai bekerja pada 2008 di 45 ribu hektar lahan taman nasional selama 99 tahun. Hanya ada sedikit informasi tentang proyek senilai 3,8 miliar dolar AS tersebut atau perkembangannya.
UDG juga menghabiskan 45 juta dolar AS di pelabuhan yang dilaporkan oleh The Asia Times sebagai pangkalan angkatan laut.
Konsultan Sawac yang berbasis di Kamboja, yang ditugaskan oleh kementerian lingkungan hidup Kamboja, mengatakan pelabuhan itu akan mampu menangani hingga empat kapal kontainer seberat 20 ribu ton.
Pelabuhan itu dijaga oleh militer Kamboja dan pada Juni tampak belum selesai.
Cina, sekutu terkuat Hun Sen, telah menggelontorkan miliaran dolar untuk bantuan pembangunan dan pinjaman ke Kamboja melalui program Belt and Road.
Belt and Road diresmikan oleh Presiden Cina Xi Jinping pada 2013. Ini bertujuan untuk meningkatkan jaringan luas hubungan darat dan laut dengan Asia Tenggara, Asia Tengah, Timur Tengah, Eropa dan Afrika.