Rabu 21 Nov 2018 09:20 WIB

Meski Dikecam, Trump tak Ingin 'Sentuh' Putra Mahkota Saudi

Saudi adalah mitra kuat AS di Kawasan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nashih Nashrullah
Donald Trump
Foto: EPA-EFE/NEIL HALL
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON— Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dijadwalkan bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman dalam pertemuan G-20 di Argentina bulan depan. Pertemuan ini dilakukan ketika Mohammed bin Salman dituduh sebagai dalang di balik pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi. 

Hal ini menentang tekanan yang dilakukan anggota parlemen AS yang meminta pemerintah mereka memberikan sanksi terhadap Arab Saudi. Trump mengatakan, dia tidak akan membatalkan kontrak militer dengan Kerajaan tersebut. Menurutnya, hal itu menjadi langkah yang dapat menguntungkan Rusia dan Cina sebagai kompetitor AS dalam penjualan senjata. 

"Sangat mungkin Putra Mahkota mengetahui peristiwa tragis ini, mungkin dia mengetahuinya dan mungkin dia tidak," kata Trump dalam pernyataan yang dikeluarkan Gedung Putih, Rabu (21/11). 

Trump mengatakan, sampai saat ini badan intelijen AS masih mempelajari bukti seputar pembunuhan Khashoggi di kantor Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, pada 2 Oktober lalu. Trump belum menunjukkan sikap pastinya terhadap pembunuhan tersebut. 

Trump sempat menguntuk pembunuhan tersebut dan berjanji akan memberikan sanksi terhadap Arab Saudi. Tapi, Trump juga sering mengatakan Arab Saudi sebagai sekutu AS yang sangat penting di Timur Tengah. Arab Saudi pembeli senjata AS terbesar.

Komentar Trump ini bertentangan dengan CIA yang yakin perintah pembunuhan Khashoggi datang langsung dari Mohammed bin Salman yang kini memimpin jalannya pemerintahan Kerajaan Arab Saudi. 

Para anggota legislatif dari Partai Demokrat dengan cepat menuduh Trump telah merendahkan badan intelijen AS dan gagal menghadapi Arab Saudi yang telah melanggar hak asasi manusia. "Hak asasi manusia bukan sekadar frasa, ini mengartikan sesuatu dan artinya harus berdiri dan mengutuk pembunuhan yang tidak manusiawi yang dilakukan pemerintah asing, semua orang yang memiliki peranan dalam pembunuhan ini harus bertanggung jawab," kata Senator AS Dianne Feinstein. 

Baik anggota legislatif dari partai Demokrat maupun Republik sudah mendesak Trump tidak lagi menudukung Mohammed bin Salman atas kasus pembunuhan kolomnis the Washington Post ini. Tetapi, Trump sepertinya enggan melakukannya.

Pada Selasa (20/11) Trump mengatakan, Raja Salman dan putranya membantah keras tuduhan yang menyatakan mereka mengetahui rencana pembunuhan Khashoggi. Kemungkinan kebenaran dari kasus ini tidak akan pernah diketahui. 

Arab Saudi sudah berulang kali memberikan penjelasan kontradiktif seputar pembunuhan ini. Pada pekan lalu, Arab Saudi mengakui Khashoggi telah dibunuh dan tubuhnya dihilangkan dalam proses negosiasi yang mengajaknya pulang ke Arab Saudi gagal. Tapi, Saudi membantah pangerang Mohammed bin Salman yang memerintahkan pembunuhan tersebut.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan, negaranya tidak puas dengan kerja sama yang ditawarkan Arab Saudi dalam memecahkan kasus ini. Kemungkinan, Turki akan meminta penyelidikan formal ke PBB. 

Sementara itu, pemimpin-pemimpin partai Republik dan Demokrat di Komite Senat Bidang Luar Negeri mengatakan, mereka sudah meminta Trump melakukan penyelidikan pelanggaran hak asasi manusia atas pembunuhan Khashoggi. Namun, Trump kembali menegaskan, Saudi rekan bisnis AS yang sangat penting serta sekutu yang dapat membantu mereka untuk mengalahkan dominasi Iran di Timur Tengah.

"Amerika Serikat berniat tetap mempertahankan Arab Saudi sebagai rekan yang setia agar dapat memastikan kepentingan negara kami, Israel, dan semua rekan kami di kawasan tersebut," kata Trump.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement