REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Fitriyan Zamzami, Kamran Dikarma
RAMALLAH -- Pasukan Israel dilaporkan telah menewaskan sedikitnya 52 anak Palestina di Tepi Barat Sungai Jordan dan Jalur Gaza sejak 1 Januari 2018. Para serdadu Israel juga disebut melakukan pembunuhan tersebut secara sengaja.
Laporan tersebut dilansir cabang Palestina dari Defense for Children International-Palestine (DCIP) yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss, guna memperingati Hari Anak Internasional yang jatuh pada Selasa (20/11). Menurut keterangan pers yang dilansir pada Senin (19/11), di antara anak-anak Palestina yang gugur, 18 terluka di kepala, sembilan di dada, tujuh di perut, dan lima di leher.
Kebanyakan luka-luka tersebut diakibatkan tembakan serdadu Israel. Sementara luka-luka pada bagian tubuh lainnya ke banyakan hanya serpihan-serpihan akibat tembakan. "Hal ini mengindikasikan ba wa tentara Israel secara sengaja menembak bagian atas tubuh para korban," tertulis dalam laporan DCIP tersebut yang dilansir Middle Eastern Monitor, kemarin.
Lembaga itu menekankan, pasukan pendudukan Israel masih menggunakan kekuatan berlebih dan peluru aktif terhadap anak-anak Palestina dengan secara sengaja menyasar mereka. Penggunaan kekerasan berlebihan itu, menurut DCIP, dipicu impunitas para serdadu Israel dan keyakinan bahwa mereka tak akan dimintai pertanggungjawaban atas aksi yang mereka lakukan, apapun akibatnya.
DCIP menggarisbawahi bahwa menurut regulasi pasukan pendudukan Israel, peluru aktif hanya boleh digunakan pada keadaan yang mengancam jiwa para prajurit. Sementara menurut bukti-bukti yang dikumpulkan DCIP, sejauh ini tak ada yang menunjukkan, anak-anak yang ditembak mati pada awal 2018 memenuhi kriteria ancaman tersebut saat mereka ditembak.
Setiap 20 November diperingati sebagai Hari Anak Internasional karena pada tanggal itulah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi Deklarasi Hak Asasi Anak-anak pada 1959. Pada hari yang sama pada 1989, Sidang Umum PBB juga mengadopsi Konvensi Hak Asasi Anak-anak.
NGO juga menyatakan, lebih dari 2.070 anak Palestina telah meninggal —baik oleh penjaga keamanan, tentara Israel, mau pun pemukim Yahudi— sejak 2000. Menurut Perhimpunan Tahanan Palestina, sebanyak 350 anak Palestina saat ini merana di berbagai tempat penahanan Israel.
Dalam kasus terkini, pasukan keamanan Israel menangkap seorang anak Palestina berusia delapan tahun yang tinggal di Hebron, Tepi Barat, Jumat (9/11). Personel keamanan Israel menyatakan, anak itu ditangkap karena melempar batu ke arah pasukan keamanan.
Mohammed Awad, seorang aktivis anti-permukiman ilegal Israel, mengatakan, anak berusia delapan tahun yang ditangkap pasukan Israel itu bernama Omar Abus Ayyash. Ia tinggal di distrik Beit Ummar, Hebron.
Belum diketahui, apakah Omar segera dibebaskan setelah ditangkap atau harus menjalani masa tahanan di penjara Israel. Pasukan Israel diketahui kerap menangkap anak-anak Palestina. Mereka ditangkap dengan berbagai tuduhan, mulai dari mengganggu dan mengancam keamanan hingga terlibat kegiatan teroris.
Komisi Tahanan dan Urusan Tahanan Palestina mengatakan, 95 persen anak-anak Palestina yang ditahan di penjara Israel mengalami kekerasan dan penyiksaan oleh sipir serta aparat keamanan Israel. Tak sedikit dari mereka yang akhirnya menderita stres dan trauma akibat kekerasan yang diterimanya.
Dalam laporannya yang diterbitkan tahun lalu, Komisi Tahanan dan Urusan Tahanan Palestina menyatakan, semua anak Palestina yang ditahan di penjara Ofer di Tepi Barat, telah disiksa aparat keamanan Israel. "Anak-anak diserang dengan brutal dengan pukulan di tubuh, diinjak-injak, dan dihina," kata laporan tersebut.
Penyiksaan tersebut, menurut Komisi Tahanan dan Urusan Tahanan Palestina, telah menjadi rutinitas sehari-hari. Tak sedikit dari mereka yang menderita luka-luka dan lebam. Sejauh ini, terdapat sekitar 6.200 tahanan politik yang dipenjara oleh Israel.