REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Turki pada Rabu (21/11) menuduh Amerika Serikat (AS) mencoba untuk menutup mata terhadap pembunuhan wartawan Saudi Jamal Khashoggi. Trump pada Selasa (20/11) berjanji akan tetap menjadi mitra setia Arab Saudi.
Menurut Trump, Pangeran Mahkota Saudi Muhammad bin Salman bisa jadi tahu tentang rencana pembunuhan terhadap Khashoggi. "Mungkin dia melakukannya, mungkin juga tidak," kata Trump.
Komentar Trump ini bertentangan dengan kesimpulan CIA. Seperti dilansir the Washington Post, CIA yakin kematian Khashoggi diperintahkan langsung oleh putra mahkota, penguasa de facto Arab Saudi.
Wakil ketua Partai AK pimpinan Presiden Tayyip Erdogan, menyayangkan pernyataan Trump. Ia menyebut pernyataan Trump lucu.
"Tidak mungkin bagi agen intelijen seperti CIA, yang bahkan tahu 'warna bulu pada kucing' yang berjalan di sekitar taman konsulat, sedangkan Saudi tidak tahu siapa yang memberi perintah ini. Ini tidak kredibel baik untuk opini publik AS atau opini publik dunia," katanya kepada media negara, TRT Haber.
Sejak pembunuhan Khashoggi di konsulat Saudi di Istanbul bulan lalu, Turki telah berulang kali mengatakan perintah itu berasal dari "tingkat tertinggi" dari pemerintah Saudi. Namun Turki belum secara langsung menuduh Pangeran Muhammad.
Baca juga, Erdogan: Turki tak akan Diam, Khashoggi Bukan Kasus Biasa.
Arab Saudi membantah bahwa putra mahkota memerintahkan pembunuhan itu. Trump mengatakan Arab Saudi adalah mitra bisnis penting dan "sekutu besar" dalam perang melawan Iran di Timur Tengah.
Setelah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo di Washington, Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengatakan Ankara tidak sepenuhnya puas dengan kerja sama dari Arab Saudi terkait kasus tersebut.
Cavusoglu mengatakan Ankara akan meminta penyelidikan resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa jika hubungannya dengan Riyadh menemui jalan buntu.