REPUBLIKA.CO.ID,CANBERRA -- Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengusulkan sebuah rancangan undang-undang (RUU) baru untuk mempermudah pencabutan status kewarganegaraan para terpidana terorisme.
Berdasarkan aturan UU saat ini, Pemerintah Australia hanya diperbolehkan mencabut kewarganegaraan terpidana yang dijatuhi hukuman minimal enam tahun penjara.
"Kami akan menghapus persyaratan tersebut," kata PM Morrison, Kamis (22/11).
"Cukup dengan menjadi terpidana pelanggaran terorisme. Bahasa hukum saat ini kami anggap tidak realistis dan seharusnya mencerminkan ancaman nyata dari mereka yang terlibat dalam kegiatan ini," kata PM Morrison.
Melalui RUU tersebut pemerintah juga bermaksud mengubah batasan bagi penghapusan kewarganegaraan Australia. "Menteri terkait hanya perlu yakin bahwa bahwa yang bersangkutan memiliki statu kewarganegaraan lain. Ini perubahan dari standar yang ada saat ini," katanya.
"Kami akan meninjau semua kasus di dalam negeri dan di luar negeri terkait hal ini," ujarnya.
RUU ini akan diajukan secara resmi ke parlemen beberapa minggu mendatang, menyusul kejadian tengah serangan teror di pusat Kota Melbourne awal bulan ini. "Bagi mereka yang akan terlibat dalam kegiatan seperti itu, dan memiliki kewarganegaraan di negara lain, seperti kami perkirakan, maka mereka boleh pergi (dari Australia)," katanya.
PM Morrison dan Mendagri Peter Dutton juga mendesak komite intelijen dan keamanan di Parlemen untuk menyelesaikan RUU lainnya yang memungkinkan aparat penegak hukum mengakses pesan elektronik yang terenkripsi. Komite intelijen masih menjadwalkan tiga dengar-pendapat publik hingga Desember mendatang, sebelum mengajukan rekomendasi akhir.
PM Morrison meminta hal itu dipercepat, mengingat Parlemen akan kembali bersidang dalam dua minggu ini sebelum liburan panjang musim panas.
"Saya ingin sekali melihat UU itu lolos sebelum berakhirnya masa sidang dua minggu mendatang," katanya.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.