Ahad 25 Nov 2018 07:34 WIB

PBB Ringankan Sanksi Korut untuk Pembangunan Jalur Kereta

Pembangunan rel kereta api menghubungkan Korsel dan Korut.

Rep: Puti Almas/ Red: Nur Aini
 Personil tentara Korea Selatan berpatroli di jermbatan penghubung Korea Selatan dan Korea Utara di desa perbatasan Panmunjom, Peju, Korsel, Sabtu (22/8). (AP/Ahn Young-joon)
Personil tentara Korea Selatan berpatroli di jermbatan penghubung Korea Selatan dan Korea Utara di desa perbatasan Panmunjom, Peju, Korsel, Sabtu (22/8). (AP/Ahn Young-joon)

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL — Korea Selatan (Korsel) mengatakan Dewan Keamanan PBB memberikan pengecualian terhadap salah satu sanksi, guna memungkinkan dilakukannya survei terkait dengan rel kereta api yang ada di Korea Utara (Korut). Rel kereta tersebut terhubung langsung dengan Korsel dan memungkinkan kedua negara melakukan kerja sama.

Korea Selatan dapat membawa bahan bakar, hingga mobil melalui jalur kereta api tersebut ke Korut. Rencana untuk memperbaharui jalur kereta api dan jalan-jalan di antara kedua negara yang sempat tertutup setelah perang menjadi salah satu kesepakatan yang dicapai.

Sepanjang tahun ini, Presiden Korsel Moon Jae-in dan pemimpin Korut Kim Jong Un telah mengadakan pertemuan sebanyak tiga kali. Hubungan kedua negara mulai mencair sejak perang yang diakhiri dengan gencatan senjata pada 1953 dan membuat Korea terpisah.

Rencana Korsel dan Korut untuk memulai modernisasi jalur kereta api dilakukan akhir tahun ini, dengan upacara peletakan batu pertama. Meski demikian, tanpa diadakannya survei terlebih dahulu, hal itu tidak dapat dilakukan.

Sejumlah sanksi yang diberikan oleh Amerika Serikat (AS) sebagai salah satu anggota tetap Dewan Keamanan PBB membuat Korut menjadi salah satu negara paling terisolasi di dunia. Untuk mencabut sejumlah sanksi tersebut, Korut telah diminta untuk melakukan langkah tegas dalam proses denuklirisasi.

Korut telah meminta sanksi untuk dihapus terlebih dahulu, sebelum kemajuan lebih lanjut dalam program denuklirisasi. Hal ini disebut menyebabkan ketidaknyamanan antara AS dan Korsel yang dikenal sebagai negara sekutu.

Korsel pada awalnya mengatakan bahwa survei jalur kereta api yang terhubung dengan Korut tak akan melanggar sanksi PBB. Negeri Ginseng tersebut berharap survei sudah dapat dilakukan mulai pada Oktober lalu.

Meski demikian, Korsel kemudian mengatakan bahwa AS memiliki pandangan berbeda terhadap rencana itu. Kedua negara mendiskusikan masalah ini lebih lanjut.

Dari sana, para ahli mengatakan meski Korut mengambil langkah lebih lanjut untuk denuklirisasi dan sanksi terhadap negara itu dihapus, kerja sama memperbarui jalur rel itu akan berjalan lama. Upaya besar-besaran yang menghabiskan hingga miliar dolar AS dan hingga puluhan tahun itu kemungkinan diperlukan.

Sanksi PBB terhadap Korut secara signifikan menguat pada 2016 saat Pyongyang meningkatkan tes rudal dan senjata nuklir. Sejumlah sanksi yang saat ini berlaku di antaranya adalah larangan perdagangan dalam bidang teknologi yang dianggap berpotensi untuk mengembangkan senjata, hingga kendaraan, mesin, serta impor bahan bakar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement