Selasa 27 Nov 2018 14:00 WIB

Theresa May Kesulitan Yakinkan Parlemen untuk Setujui Brexit

Parlemen akan menentukan nasib kesepakatan Brexit antara Inggris dan Uni Eropa.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri Inggris Theresa May berbicara selama konferensi pers di akhir KTT Uni Eropa di Brussels, Ahad (25/11) waktu setempat. Pemimpin negara Uni Eropa berkumpul untuk menyepakati perpisahan blok tersebut dengan Inggris pada tahun depan.
Foto: AP
Perdana Menteri Inggris Theresa May berbicara selama konferensi pers di akhir KTT Uni Eropa di Brussels, Ahad (25/11) waktu setempat. Pemimpin negara Uni Eropa berkumpul untuk menyepakati perpisahan blok tersebut dengan Inggris pada tahun depan.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Theresa May berusaha keras agar parlemen menyetujui kesepakatan Brexit dengan Uni Eropa. Inggris dan 27 negara Uni Eropa telah menyetujui draf kesepakatan Brexit setelah lebih dari satu setengah tahun menjalani negosiasi yang alot.

Setelah melewati hari-hari penuh keragu-raguan, May kini melaporkan hasil persetujuan tersebut ke parlemen yang akan menentukan nasib kesepakatan tersebut. Melalui voting pada 11 Desember, anggota parlemen Inggris akan menentukan apakah kesepakatan tersebut disetujui atau ditolak.

Beberapa legislator baik dari partai pengusung May, yakni Partai Konservatif maupun oposisinya sudah menyatakan menolak draf kesepakatan itu. Penolakan itu akan menjerumuskan Inggris ke dalam krisis politik dan berpotensi mengguncang sektor keuangan beberapa pekan sebelum mereka meninggalkan Uni Eropa 29 Maret 2019.

"Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi jika kesepakatan ini tidak disahkan," kata May di House of Commons, Selasa (27/11).

May mengakui kesepakatan itu tidak sempurna, tapi hanya itu yang bisa dilakukan. Sementara, jalur alternatif lainnya belum diketahui. Pada hakikatnya May meminta parlemen Inggris untuk menyetujui kesepakatan itu dan melangkah ke tahap berikutnya demi kebaikan para pemilih.

"Tugas kita sebagai parlemen selama beberapa pekan ke depan adalah untuk memeriksa detail kesepakatan ini dengan hormat, mendengarkan konstituen, dan memutuskan demi kepentingan nasional kita," kata May. 

Sebelumnya, May berencana keliling Inggris selama dua pekan untuk menyakinkan, baik rakyat maupun parlemen Inggris kesepakatan ini sudah sesuai dengan keputusan pemilih dalam referendum 2016. Sementara, di waktu yang bersamaan tetap mempertahankan hubungan ekonomi dan keamanan yang baik dengan tetangga-tetangga terdekat Inggris.

Tapi, pertahanan May atas kesepakatan itu dikritik dari berbagai pihak, mulai dari pendukung Brexit garis keras, anggota parlemen yang pro Uni Eropa, dan pendukung yang sebelumnya setia kepadanya.

Salah satu pukulan keras yang diterima May adalah pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengatakan kesepakatan tersebut bagus untuk Uni Eropa. Hal itu membuat Inggris semakin sulit lagi membuat kesepakatan dagang dengan AS. Padahal, para pendukung Brexit melihat salah satu tujuan utama meninggalkan Uni Eropa ialah untuk membuat kesepakatan dagang lebih luas lagi dengan AS.

"Sekarang, jika Anda melihat kesepakatannya mereka mungkin tidak bisa berdagang dengan kami dan itu bukan sesuatu yang bagus," kata Trump. 

Trump mengatakan, bukan itu yang diinginkan May. Trump juga berharap, May segera melakukan sesuatu untuk mencegah hal itu terjadi. "Tapi, untuk kesepakatan yang sekarang ini, mungkin ia tidak, mungkin mereka tidak bisa berdagang dengan AS dan saya pikir bukan itu yang mereka mau," kata Trump.

Kantor Perdana Menteri Inggris sudah memberikan komentar tentang pernyataan Trump tersebut. Melalui pernyataan resmi mereka mengatakan dalam draf kesepakatan dengan Uni Eropa, Inggris memiliki kebijakan perdagangan independen.

"Jadi, Inggris dapat membuat kesepakatan perdagangan dengan negara mana pun di dunia, termasuk dengan AS," kata pernyataan Kantor Perdana Menteri Inggris tersebut.

Namun, dalam perdebatan pada Senin (26/11), para anggota legislatif Inggris kembali menunjukkan ketidaksukaan mereka terhadap kesepakatan yang sudah dibuat May. Mereka keberatan Inggris yang berada di luar Uni Eropa, tapi tetap harus mengikut aturan dan kewajiban sebagai anggota setidaknya sampai 2020 sementara hubungan baru yang permanen sedang dibentuk.

Ketua partai oposisi, Partai Buruh Jereme Corbyn mengatakan, kesepakatan itu gagal. Menurutnya, kesepakatan ini akan memperburuk situasi Inggris yang tidak memiliki kepastian. "Ini langkah untuk melukai negara sendiri," kata Corbyn.

May berpendapat rakyat Inggris sudah muak dengan perdebatan tentang Brexit. Ia mendorong kesepakatan ini dapat membuat Inggris kembali bersatu sebagai sebuah negara apa pun pilihan masing-masing saat referendum pada 2016 lalu.

"Mayoritas publik Inggris ingin melihat kita untuk melakukan apa yang telah mereka minta," kata May kepada parlemen Inggris.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement