REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terus membongkar kebijakan presiden AS sebelumnya Barack Obama yang berusaha mengendalikan emisi batu bara, minyak, dan gas bumi. Hal itu ia lakukan meski berbagai pihak sampai pemerintahannya sendiri sudah memperingatkan dampaknya terhadap perubahan iklim dan perekonomian AS akan sangat menghancurkan.
Trump mengabaikan peringatan pemerintahannya tentang dampak berubahan iklim. Hal itu termasuk ramalan yang memprediksi biaya yang harus ditanggung AS ratusan miliar dolar AS pada akhir abad ini jika tidak ada tindakan tegas untuk mengatasi pemanasan global.
"Apakah itu ulah manusia atau bukan dan apakah itu berdampak seperti yang Anda katakan atau tidak, saya tidak melihatnya," kata Trump kepada The Washington Post, Kamis (29/11).
Posisi Trump ialah usaha untuk memerangi emisi yang menyebabkan perubahan iklim merugikan perekonomian AS. Trump telah menarik AS dari Kesepakatan Paris 2015 pada Juni 2017 lalu. Kesepakatan itu berisi target untuk menahan laju pemanasan global 1,5 derajat Celsius.
"Perjanjian Iklim Paris sederhananya contoh terakhir dari Washington yang masuk ke dalam kesepakatan yang merugikan AS untuk memberikan keuntungan bagi negara-negara lain, meninggalkan pekerja AS -yang saya cintai- dan pembayar pajak untuk menyerap anggaran dalam hal kehilangan pekerjaan, upah rendah, penutupan pabarik dan produksi ekonomi yang sangat kurang," kata Trump.
Ada informasi di bawah Undang-undang Kebebasan Informasi yang mengungkapkan pemerintahan Trump tidak memiliki kebijakan iklim yang jelas setelah menarik diri dari kesepakatan Paris. Trump mengangkat mantan pelobi kebijakan minyak dan gas Michael Catanzaro sebagai penasihat lingkungan dan energinya.
"Semua tujuan dari pertemuan-pertemuan ini untuk mencari tahu apakah, pasca-kesepakatan Paris, kami harus membangun atau sederhananya menyatukan berbagai hal yang sudah ada, sebuah kebijakan yang bisa dikarakterkan sebagai 'kebijakan iklim Trump'," kata Catanzaro dalam pernyataannya ke Gedung Putih dan Badan Perlindungan Lingkungan (EPA) AS beberapa hari setelah Trump menarik AS dari kesepakatan Paris.
EPA tidak menanggapi permintaan rincian pertemuan-pertemuan yang disinggung Catanzaro atau kebijakan iklum Trump. Kementerian Luar Negeri AS mengatakan mereka masih menjadi bagian dalam diskusi isu perubahan iklim di internasional meski sudah menarik diri dari kesepakatan Paris. Kementerian Luar Negeri AS akan ikut berbicara dalam pertemuan perubahan iklim PBB di Polandia.
"Amerika Serikat terus berpartisipasi dalam negoasiasi iklim internasional yang sedang berlangsung, termasuk yang berhubungan dengan pedoman untuk mengimplementasikan Kesepakatan Paris untuk memastikan tetap bermain di level yang menguntungkan bagi Amerika Serikat, para pekerjanya dan pembayar pajak," kata Kementerian Luar Negeri AS.
Nigel Purvis, yang bekerja dalam isu perubahan iklim di pemerintahan Obama dan George W Bush mengatakan penarikan diri AS dari kesepakatan Paris mengejutkan masyarakat internasional. Tapi justru membuat mereka menggalang kekuatan untuk memenuhi target kesepakatan itu.
"Hal itu membawa negara-negara lain untuk semakin bersatu dan mereka lebih berkomitmen lagi," kata Purvis.
Purvis mengatakan dalam jangka panjang pemerintahan Trump yang mengancam perubahan iklim akan menyakitkan, menunjukkan pemerintah dan perusahaan dapat mencemooh keprihatinan global terhadap emisi batu bara, minyak, dan gas bumi. Purvis mengatakan hal itu sebagai tindakan yang tidak bertanggung jawab.
Pemerintahan Trump melakukan kemunduran dalam mengganti batu bara sebagai pembangkit tenaga listrik dengan energi terbarukan. Upaya rumit yang dilakukan pemerintahan Obama untuk memotong sepertiga emisi karbondioksida AS pada 2030.
"Kami membuat penambang batu bara kami kembali bekerja!" kata Trump di West Virginia pada musim panas.