Jumat 30 Nov 2018 03:45 WIB

HRW: Arab Saudi Penjarakan Lusinan Aktivis Perempuan

Kebanyakan aktivis yang ditangkap terkait hak mengendarai dan sistem perwalian

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Perempuan Arab Saudi mengenakan abaya
Foto: BBC
Perempuan Arab Saudi mengenakan abaya

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi terus memenjarakan lebih dari selusin aktivis HAM perempuan. Sebagian besar dari mereka berkampanye untuk hak mengendarai dan mengakhiri sistem perwalian laki-laki, yang mengharuskan perempuan untuk mendapatkan persetujuan dari kerabat laki-laki untuk keputusan besar. 

Pada tahun 1990, lebih dari 40 perempuan mengendarai mobil mereka di ibukota Riyadh. Hal ini adalah demonstrasi publik pertama melawan larangan mengendarai mobil bagi perempuan yang sekarang telah dicabut. 

Sejak itu, protes serupa lainnya juga dilakukan. Pemerintah kemudian memulai tindakan keras terhadap aktivis HAM. Mereka yang ditahan dicap sebagai ancaman terhadap keamanan nasional dan dituduh sebagai agen asing. Bahkan hukuman yang mereka hadapi hingga 20 tahun penajara jika terbukti bersalah. 

Human Rights Watch (HRW) mengatakan, alasan penangkapan adalah untuk membungkam perempuan dan mencegah orang lain berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. Organisasi HAm di seluruh dunia telah meminta Arab Saudi untuk membebaskan semua tahanan politik ini namun tidak berhasil. 

Pekan lalu, Amnesty International mengatakan aktivis Arab Saudi, termasuk wanita, yang telah ditangkap tahun ini menghadapi pelecehan seksual dan penyiksaan selama interogasi. Para aktivis yang ditahan di penjara Dhahban di pantai Laut Merah barat menghadapi pemukulan listrik dan dicambuk berulang-ulang. 

Kepala ALQST, Yahya Alassiri kelompok HAM Arab Saudi yang bermarkas di London mengatakan, pihak berwenang meneragetkan aktivis HAM laki-laki di masa lalu. Namun, karena rezim menjadi lebih agresif mereka juga mulai menargetkan perempuan. 

"Untuk membenarkan itu, mereka mencoba mengatakan bahwa wanita-wanita ini berkoordinasi dengan kedutaan atau negara asing. Untuk mengatakan kepada orang-orang bahwa mereka adalah pengkhianat," kata Alassiri, dikutip dari Aljazirah, Kamis (29/11).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement