REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Getaran gelombang seismik misterius telah terdeteksi ribuan kilometer pada sensor gempa di Afrika, Kanada, Selandia Baru, dan Hawaii. Namun "gempa" tersebut tampaknya tak dirasakan oleh satu orang pun.
Getaran itu diketahui terjadi di lepas pantai Mayotte, kepulauan milik Prancis di Samudra Hindia yang terletak antara Madagaskar dan Afrika. Namun, deteksi getaran seismik nyaris tak diketahui tanpa bantuan pengamat gempa bumi di Selandia Baru yang memantau Survei Geologi AS secara online.
Mereka kemudian memposting hasil pemantauannya ke Twitter, menyebabkan para peneliti di berbagai negara berspekulasi dari mana asal gelombang aneh ini.
Berbeda dengan gempa bumi biasa yang menghasilkan sentakan dari gelombang frekuensi tinggi, tampilan getaran dari tremor Mayotte berupa gelombang frekuensi rendah yang berlangsung lebih dari 20 menit.
Sejumlah pihak berspekulasi bahwa hal itu disebabkan berbagai faktor, mulai dari uji coba nuklir, monster laut, hingga meteorit. Namun Goran Ekstrom, pakar gempa pada Universitas Columbia, menepis semua spekulasi tersebut.
Kepada National Geographic, Prof Ekstrom menjelaskan peristiwa seismik memang dimulai dengan gempa bumi. Dia menduga gempa itu berupa gempa yang lambat.
Getaran gempa bumi lambat lebih tenang dibandingkan gempa biasa. Pasalnya, proses pelepasan tekanan dalam perut bumi terjadi secara bertahap dan berlangsung cukup lama.
"Deformasi juga terjadi, tetapi tidak dalam bentuk getaran mengejutkan," kata Profesor Ekstrom.
Sejak Mei tahun ini, Pulau Mayotte telah mengalami rentetan 'gempa bumi', yaitu ratusan peristiwa seismik selama beberapa hari atau minggu. Namun, hal itu telah berkurang dalam beberapa bulan terakhir.
Analisis dari Survei Geologi Prancis menunjukkan getaran gelombang aneh ini dapat berupa gerakan massa magma di bawah kerak bumi, seperti runtuhnya ruang. Gerakan berirama, seperti tumpahan batu yang meleleh, atau gelombang tekanan yang memantul melalui magma berpotensi untuk beresonansi mirip dengan yang terjadi di Mayotte.
Sebelumnya pada 2002 di Republik Demokratik Kongo juga terjadi peristiwa serupa. Saat itu, terjadi gempa bumi lambat dengan gelombang frekuensi rendah diperkirakan akibat ruang magma yang runtuh di bawah gunung berapi Nyiragongo.
Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.