REPUBLIKA.CO.ID, BUENOS AIRES -- Rusia memasang wajah pemberani setelah Presiden AS Donald Trump tiba-tiba membatalkan pertemuan puncak dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. Para pejabat Rusia mengatakan, semua itu menyangkut politik internal AS dan histeria anti-Rusia.
Namun, pelecehan Trump telah menjadi tantangan bagi Putin ketika ia tiba di KTT G20, tempat para pemimpin Barat bersatu untuk mengecam tindakan Rusia terhadap Ukraina. Jadi, Putin meminta perhatian ke tempat lain.
Dia menyerahkan slot waktu yang tadinya akan digunakan untuk bertemu Trump kepada Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Ia juga berusaha memperkuat aliansinya dengan Cina dan ekonomi non-Barat lainnya.
Dalam pembicaraan meja bundar pada Jumat (30/11), Putin berdekatan dengan Putra Mahkota Saudi, Mohammed bin Salman. Pangeran Mohammed merupakan sebagian kecil dari orang-orang yang terbuang di KTT G20 karena perannya yang dicurigai dalam pembunuhan wartawan Saudi, Jamal Khashoggi.
Menurut juru bicara Putin, Putin dan Trump saling menyapa satu sama lain, tetapi tidak berjabat tangan. Bahkan selama sesi 'foto keluarga', keduanya tidak bertukar obrolan ringan seperti yang dilakukan para pemimpin lain.
Putin sendiri belum secara terbuka membahas pembatalan Trump untuk bertemu dengannya. Namun ia mengisyaratkan potensi kekacauan jika para pemimpin dari dua kekuatan nuklir terbesar di dunia tidak dapat saling berbicara.
Putin mengatakan di Buenos Aires, niat AS untuk memilih keluar dari pakta nuklir Perang Dingin menciptakan risiko perlombaan senjata tak terkendali.
Ketika KTT G20 dibuka, para pemimpin Eropa berbaris untuk mengkritik 'agresi' Rusia terhadap Ukraina, terkait penyitaan kapal Ukraina dan awaknya di dekat Krimea. Menteri luar negeri G7 telah mengeluarkan pernyataan yang menuntut pelepasan pelaut Ukraina.
Kebuntuan adalah alasan resmi Trump membatalkan pertemuannya dengan Putin. Trump menyebut apa yang terjadi di Ukraina adalah insiden yang sangat buruk.
Anggota parlemen terkemuka Rusia, Leonid Slutsky menyebut pembatalan Trump sebagai 'sebuah pertunjukan'. Menurutnya, Trump mungkin takut jika bertemu dengan Putin maka ia akan disebut agen Rusia.
Setelah terisolasi oleh negara Barat, Putin menyuntikkan kekuatan baru ke kelompok BRICS, Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan. "Kelimanya dapat, untuk alasan yang bagus, memainkan peran yang lebih signifikan dalam sistem keuangan global, berusaha untuk melanjutkan reformasi IMF dan memperkuat pengaruh kami dalam IMF," kata Putin pada pertemuan BRICS.
Dia tidak menghindari kritik Barat. Putin bertemu dengan Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Jumat (30/11) dan dengan hati-hati menggambarkan peta garis pantai Ukraina untuk menjelaskan klaim Rusia bahwa pelanggaran kapal Ukraina itu dibenarkan. Putin juga akan bertemu dengan Kanselir Jerman Angela Merkel pada Sabtu (1/12).
Namun, apa yang sebenarnya diinginkan Putin adalah membuat kesepakatan dengan Trump. Pemimpin Rusia yang memandang politik global sebagai permainan kekuasaan, menganggap dirinya sendiri sebagai negosiator yang sempurna yang dapat memajukan kepentingan Moskow melalui kontak pribadi yang kuat dengan para pemimpin asing.