REPUBLIKA.CO.ID, BUENOS AIRES -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengatakan sepertinya ia akan bertemu Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un pada bulan Januari atau Febuari 2019. Ia menambahkan sedang mempertimbangkan untuk mengundang pihak ketiga dalam pertemuan keduanya dengan Kim Jong-un itu.
"Kami sangat akrab, kami memiliki hubungan yang sangat baik," kata Trump di dalam pesawat Air Force One dalam perjalanan kembali ke AS setelah menghadiri pertemuan G20 di Argentina, Ahad (2/12).
Trump menambahkan pada satu titik ia akan mengundang Kim ke Amerika. Kedua belah pihak sudah membuat rencana untuk mengadakan pertemuan kedua pemimpin negara setelah pertemuan pertama mereka pada bulan Juni 2018 lalu di Singapura.
Usai pertemuan Trump dengan Presiden Cina Xi Jingping di Argentina Gedung Putih mengeluarkan pernyataan. Mereka mengatakan Xi dan Kim sudah mendorong agar Semananjung Korea bebas dari nuklir. Dalam pernyataan Gedung Putih itu disebutkan Xi dan Trump sepakat untuk membuat kemajuan sehubungan dengan Korut.
Pada bulan lalu Wakil Presiden AS Mike Pence mengatakan Trump akan terus mendorong rencana konkrit Pyongyang untuk mengakhiri program senjata mereka. Kepada NBC News, Pence mengatakan AS tidak akan mendesak Korut untuk menyerahkan daftar senjata nuklir dan lokasinya sebelum pertemuan kedua tapi ia meminta pertemuan itu harus menghasilkan rencana konkrit.
"Saya pikir sangat amat penting dalam pertemuan kedua kami datang dengan rencana untuk mengidentifikasi semua senjata yang dipertanyakan, mengidentifikasi semua situs pengembangan nuklir, dan mengizinkan inspeksi ke situs-situs itu dan rencana untuk membongkar senjata nuklir," kata Pence.
Pada bulan lalu Pence mengatakan tekanan saksi internasional kepada Korea Utara harus dipertahankan. Setidaknya sampai proses denuklirisasi Semenanjung Korea benar-benar tercapai.
Korut sempat marah kepada AS yang menolak untuk mencabut sanksi-sanksi yang diberlakukan terhadap mereka. Korut juga mengacam akan kembali mengembangkan senjata nuklir jika Amerika tidak mencabut sanksi-sanksi tersebut.
Lembaga think tank AS pada bulan lalu telah mengidentifikasi setidaknya ada 13 dari yang diperkirakan ada sebanyak 20 pangkalan rudal di Korut. Penemuan ini menjadi tantangan bagi utusan AS yang ditunjuk menegosiasikan denuklirisasi Semenanjung Korea untuk membujuk Kim Jong-un menyerahkan program senjata nuklirnya.
Dengan negara-negara di Asia Timur, Korea Utara sudah sepakat untuk menghentikan program senjata nuklirnya pada tahun 1994 dan 2005 untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan diplomatik. Tapi kesepakatan itu batal setelah Korut kembali membangun senjata penghancur massal itu.