REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Industri teknologi komunikasi Australia menyatakan kemarahan mereka setelah pemerintah yang didukung oposisi meloloskan UU Pesan Terenkripsi. Melalui UU ini, pihak berwajib kini berwenang mengakses pesan-pesan elekronik warga yang dicurigai melanggar hukum.
Melalui UU ini pihak berwajib bisa memaksa perusahaan teknologi komunikasi untuk memberikan akses kepada pesan elektronik seseorang, melalui permintaan technical capability notices (TCN). Oposisi Partai Buruh sebelumnya berkeras menolak RUU yang diajukan pemerintahan koalisi Partai Liberal dan Nasional. Namun mereka berbalik memberikan dukungannya pada menit-menit terakhir.
Ketua Communications Alliance John Stanton menuding UU ini sebagai kemenangan politik atas kebijakan publik. Seorang praktisi komunikasi Alan Jones menilai UU ini akan membawa dampak yang tak diinginkan terhadap reputasi keamanan berbisnis di Australia.
Kalangan industri sebelumnya memperingatkan jika mereka dipaksa membuka akses ke pihak berwajib maka seluruh teknologi komunikasi buatan Australia tidak akan dipercaya lagi.
"Saya berharap perusahaan-perusahaan ini bisa pindah ke luar negeri sebelum mereka tercemar sebagai perusahaan Australia," kata Jones.
Hal senada disampaikan Francis Galbally, pimpinan salah satu perusahaan penyedia enkripsi bernama Senetas. Australia, katanya, selama ini dianggap sebagai negara paling terpercaya di dunia untuk produk-produk cybersecurity.
Hal itu akan rusak jika UU ini diloloskan. "UU ini menimbulkan persepsi ketidakpercayaan," katanya.
Chris Duell dari sebuah perusahaan start-up Elevio menilai UU ini sangat aneh dan dungu. Meski perusahaannya tidak menangani data komunikasi, namun dia mengaku sejumlah pelanggannya di Eropa mulai mempertanyakan hal ini.
Pengajar cubersecurity Sarah Moran mengatakan kalangan industri komunikasi marah karena UU itu sangat terburu-buru. "Memberikan kunci ke pemerintah tidak akan menjadikan bisnis Anda mudah dijual ke para pelanggan," katanya.
Berpotensi merusak industri TI
Kalangan teknologi komunikasi Australia menilai UU itu dipaksakan pada saat-saat terakhir masa sidang DPR. Menurut Mike Cannon-Brookes, pendiri Atlassian, memaksaan UU ini dalam beberapa hari merupakan tindakan sembrono. Sementara Stanton dari Communication Alliance mengatakan perubahan yang diajukan sebelum lolosnya UU ini tak banyak artinya.
"UU ini berpotensi besar merusak industri TI kita dan ribuan karyawan yang bekerja di dalamnya," katanya.
Stanton mencontohkan ketentuan kerahasiaan UU yang akan melarang pengungkapan adanya permintaan TCN dari pihak berwajib. "Sebuah jaringan TI dapat diakses dan mereka yang ada dalam jaringan itu tidak akan tahu," katanya.
"Jika mereka tidak tahu adanya kelemahan, mereka tak akan bisa melindungi jaringannya," ujarnya.
Stanton menyayangkan tidak adanya keharusan menunjukkan surat perintah pengadilan sebagai syarat adanya permintaan TCN pihak berwajib. Pemimpin oposisi Bill Shorten berdalih pihaknya mendukung UU ini karena ada kesepakatan dengan pemerintah untuk memperbaikinya ketika Parlemen kembali bersidang Februari mendatang. Namun, pemerintah menyatakan hanya akan mendukung perbaikan yang konsisten dengan laporan komite intelijen Parlemen.
Diterbitkan oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC Australia.