REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Sedikitnya 89.000 personel polisi akan dikerahkan di seluruh Prancis di tengah kekhawatiran mengenai kerusuhan selama protes anti-pemerintah pada akhir pekan ini. Kendaraan lapis baja juga siap dikerahkan.
"Kami menghadapi orang yang bukan datang untuk memprotes, tapi merusak," kata Perdana Menteri Edouard Philippe kepada stasiun televisi Prancis TF1 pada Kamis (6/12).
Toko dan restoran di Champs-Elysees di Paris dan sebagian museum juga direncakan ditutup. Manajemen Menara Eiffel mengumumkan di akun Twitter-nya bahwa menara itu akan ditutup untuk umum pada Sabtu akibat demonstrasi. Pelancong secara otomatis akan mendapat penggantian pembelian karcis.
Ribuan demonstran "Rompi Kuning" telah berkumpul di kota besar utama Prancis, termasuk di Paris, sejak 17 November untuk memprotes tindakan kontroversial Presiden Emmanuel Macron menaikkan pajak bahan bakar dan kondisi ekonomi yang memburuk di Prancis. Demonstran, yang biasanya tinggal di daerah pedesaan akibat tingginya harga sewa di kota besar, menyeru Macron untuk memangkas pajak bahan bakar dan membuat pengaturan ekonomi untuk meringankan beban hidup mereka.
Philippe pada Selasa mengumumkan bahwa Prancis akan menunda kenaikan pajak bahan bakar selama enam bulan. Penangguhan tersebut juga akan berlaku pada kenaikan harga gas dan listrik.
Pemerintah mencabut rencana kenaikan harga bahan bakar pada hari berikutnya.
"Pemerintah siap berdialog dan kenaikan pajak bahan bakar telah dicabut dari rencana anggaran 2019," kata Philippe di dalam pidato di Sidang Majelis Nasional, atau Majelis Rendah Parlemen.
Tiga orang telah tewas selama kerusuhan, sementara 1,043 orang lagi telah ceder, termasuk 222 anggota pasukan keamanan.
Menurut survei baru-baru ini, 84 persen rakyat Prancis --kebanyakan dari kelompok berpenghasilan menengah-- mendukung protes itu. Harga bahan bakar di Prancis telah naik lebih dari 20 persen tahun ini.