REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Menteri luar negeri Bahrain pada Ahad (11/10) mengkritik amir Qatar karena tak hadir pada pertemuan puncak (KTT) negara-negara Teluk di Arab Saudi. Ketidakhadiran pemimpin Qatar itu menunjukkan kecil kemungkinan penyelesaian keretakan antara Doha dan tiga negara Arab di Teluk akan terwujud.
Qatar telah mengirimkan menteri negara urusan luar negeri ke KTT. Pertemuan puncak itu sendiri dilatarbelakangi persengketaan antara negara-negara terkait sejak pertengahan 2017 hingga membuat hubungan perdagangan dan diplomatik di antara mereka menjadi parah.
"Amir Qatar seharusnya menerima desakan yang wajar (dari negara-negara yang memboikotnya) dan hadir di pertemuan puncak," kata Menteri Luar Negeri Bahrain Sheikh Khalid bin Ahmed Al Khalifa di Twitter.
KTT tahunan Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) tersebut dibuka di Riyadh pada Ahad. KTT digelar di tengah tekanan terhadap Saudi terkait pembunuhan wartawan Jamal Khashoggi pada Oktober.
Amir Qatar hadir pada KTT GCC tahun lalu di Kuwait. Sementara Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Bahrain hanya mengirimkan pejabat-pejabat tingkat juniornya.
Raja Salman terlihat di Saudi TV sedang menyambut para pejabat Oman dan Uni Emirat Arab setelah mereka tiba pada Ahad untuk mengikuti KTT enam negara anggota selama satu hari.
Pertemuan tersebut diperkirakan akan memusatkan pembahasan pada masalah-masalah keamanan, termasuk perang Yaman serta pergerakan Iran di kawasan.
KTT kemungkinan akan membahas politik minyak serta boikot diplomatik dan ekonomi yang dikenakan terhadap Qatar oleh Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain dan negara bukan anggota GCC, Mesir. Boikot diberlakukan keempat negara itu sejak Juni 2017 terkait tuduhan bahwa Qatar mendukung terorisme.
Doha membantah tudingan dan mengatakan boikot tersebut dijatuhkan terhadap Qatar dengan niat untuk membatasi kedaulatannya.