REPUBLIKA.CO.ID, OTTAWA -- Chief Financial Officer (CFO) Huawei Meng Wanzhou telah menjadi sorotan internasional dalam beberapa hari terakhir. Dia ditangkap di Kanada pada 1 Desember lalu karena diduga melanggar sanksi ekonomi Amerika Serikat (AS) terhadap Iran.
Meng adalah putri sulung dari pendiri perusahaan telekomunikasi Huawei, Ren Zhengfei. Dia lahir di Chengdu, Cina, pada 1972. Pada 1980-an Meng dan keluarganya pindah ke Shenzen, kota yang sekarang menjadi markas besar Huawei. Meng mendapatkan gelar master dalam bidang akuntansi di Huazhong University of Science and Technology pada 1993. Tak lama setelah itu, dia bergabung dengan Huawei. Pekerjaan awalnya adalah menjawab panggilan telepon.
Namun seiring waktu kariernya perlahan beranjak. Berdasarkan informasi yang tertera di laman resmi Huawei, sebelum menjadi CFO, Meng pernah mengisi beberapa jabatan, antara lain direktur departemen akuntansi internasional, CFO Huawei Hong Kong, dan presiden departemen akuntansi.
Pada 2003, Meng mendirikan organisasi keuangan terpadu global Huawei, mengembangkan struktur organisasi standar, proses keuangan, sistem keuangan, dan platform berbasis teknologi. Sejak 2005, dia telah memimpin berdirinya lima pusat layanan bersama Huawei di seluruh dunia. Meng juga mempromosikan Pusat Pembayaran Global di Shenzen.
Pusat-pusat tersebut telah meningkatkan efisiensi akuntansi dan kualitas pemantauan Huawei. Hal itu juga berdampak pada proses ekspansi luar negeri Huawei yang terbilang cukup cepat.
Selama beberapa tahun terakhir, Meng fokus memajukan pengelolaan keuangan yang komprehensif di Huawei. Dia terus bekerja untuk meningkatkan sistem manajemen risiko keuangan dan kepatuhan pajak serta membantu operasi keuangan di dalam perusahaan agar lebih efisien.
Dilaporkan laman BBC, pada 2018, Meng menduduki peringkat ke-12 dalam daftar pengusaha wanita terkaya di Cina. Posisi itu merosot dibandingkan tahun lalu, di mana dia menempati peringkat ke delapan. Namun, tak diketahui berapa total kekayaan miliknya.
Penangkapan Meng menjadi perhatian karena terpublikasi setelah AS dan Cina mulai melonggarkan tensi akibat perang tarif. Di sela-sela perhelatan KTT G-20 di Argentina awal bulan ini, Beijing dan Washington telah menyepakati periode negosiasi selama 90 hari untuk mencapai kesepakatan perdagangan.
Selama periode itu, kedua negara setuju menangguhkan kenaikan tarif impor yang dikenakan kepada produk masing-masing. Ditangkapnya Meng sempat dikhawatirkan akan merusak kesepakatan negosiasi tersebut.
Meng telah menjalani proses persidangan. Jaksa mengatakan, Meng bersekongkol untuk menipu bank dengan mengatakan bahwa anak perusahaan Huawei adalah perusahaan terpisah. Hal itu membantu Huawei menghindari larangan perdagangan AS.
AS diketahui telah menyelidiki Huawei sejak 2016. Perusahaan telekomunikasi itu dicurigai menggunakan anak perusahaannya untuk membawa peralatan manufaktur AS dan jutaan dolar transaksi ke Iran.
Tuduhan itu membuat Meng terancam hukuman penjara selama 30 tahun. Namun saat ini Meng telah dibebaskan setelah membayar jaminan sebesar 10 juta dolar AS. 7 juta dolar di antaranya disetorkan Meng dalam bentuk tunai.