REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Korea Utara (Korut) mengecam Pemerintah AS yang kembali menjatuhkan sanksi untuk para pejabatnya. Pyongyang juga mengancam akan menggagalkan denuklirisasi dan memblokir pelucutan senjata nuklirnya selamanya.
Tanggapan itu muncul setelah AS pada Senin (10/12) mengumumkan sanksi baru terhadap tiga pejabat Korut, termasuk seorang pembantu utama pemimpin Korut Kim Jong-un. Ketiganya dijatuhkan sanksi karena diduga melakukan pelanggaran hak asasi manusia.
Kementerian Luar Negeri Korut mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Ahad (16/12), Washington telah mengambil langkah-langkah sanksi sebanyak delapan kali terhadap perusahaan, individu, dan kapal Korut. Sanksi itu tidak hanya ditujukan untuk Korut, tetapi juga Rusia, Cina, dan negara-negara ketiga lainnya.
"Jika Pemerintah AS percaya sanksi dan tekanan akan memaksa Pyongyang untuk meninggalkan senjata nuklirnya, maka itu adalah salah perhitungan terbesar, dan itu akan memblokir jalan menuju denuklirisasi di semenanjung Korea selamanya," kata pernyataan itu, dikutip Channel News Asia. Pernyataan Kementerian Luar Negeri Korut itu dirilis atas nama direktur penelitian kebijakan dari Institute for American Studies.
Departemen Keuangan AS menyebutkan, tiga pejabat Korut yang dijatuhkan sanksi adalah Ryong Hae-choe, seorang pembantu dekat Kim yang memimpin Korea Organization and Guidance Department di Partai Buruh; Menteri Keamanan Negara Kyong Thaek-jong; dan Kepala Propaganda and Agitation Department, Kwang Ho-pak.
Sanksi itu akan membekukan aset yang mungkin dimiliki pejabat tersebut di bawah yurisdiksi AS dan secara umum melarang mereka melakukan transaksi dengan siapa pun di AS. Sanksi diumumkan saat Departemen Luar Negeri AS merilis laporan enam bulanan tentang pelanggaran Korut.
"Pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara masih menjadi yang terburuk di dunia, termasuk pembunuhan di luar hukum, kerja paksa, penyiksaan, penahanan sewenang-wenang yang berkepanjangan, pemerkosaan, aborsi paksa, dan kekerasan seksual lainnya," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Robert Palladino, dalam sebuah pernyataan, Senin (10/12).
Denuklirisasi Korut telah mencapai sedikit kemajuan sejak Kim Jong-un dan Presiden AS Donald Trump bertemu di Singapura pada Juni lalu dalam pertemuan bersejarah pertama mereka. Kedua pihak juga belum menjadwalkan ulang pembicaraan antara Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan pejabat senior Korut Kim Yong-chol, yang dibatalkan tiba-tiba pada November lalu.