Senin 17 Dec 2018 23:27 WIB

Bahas Perdamaian, Taliban Kembali Bertemu Utusan Khusus AS

Kabarnya Presiden AS Donald Trump ingin mengakhiri perang selama 17 tahun itu.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nashih Nashrullah
Petempur Taliban berkumpul bersama warga di distrik Surkhroad, Provinsi Nangarhar, Kabul, Afghanistan, Sabtu (16/6).
Foto: AP Photo/Rahmat Gal
Petempur Taliban berkumpul bersama warga di distrik Surkhroad, Provinsi Nangarhar, Kabul, Afghanistan, Sabtu (16/6).

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL—Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan perwakilan mereka akan bertemu dengan utusan khusus Amerika Serikat (AS) di Uni Emirat Arab. 

Mereka akan bertemu pada hari Senin (17/12) ini, untuk melanjutkan pergerakan diplomatik menuju pembicaran mengakhiri perang selama 17 tahun di Afghanistan. 

Mujahid mengatakan, perwakilan dari Arab Saudi, Pakistan, dan Uni Emirat Arab juga akan terlibat dalam pertemuan tersebut. Pertemuan ini menjadi pertemuan lanjutan setelah sebelumnya Taliban sudah bertemu dua kali dengan utusan khusus AS untuk perdamaian Afghanistan Zalmay Khalilzad di Qatar.  

Mujahid mengumumkan pertemuan ini di akun media sosial Twitter miliknya. Pertemuan ini datang setelah upaya untuk menyelesaikan konflik di Afghanistan semakin diintensifkan.  

Tapi sejauh ini Taliban masih selalu menolak membuat kesepakatan pemerintah Afghanistan yang didukung AS secara langsung. Menurut mereka, pemerintah Afghanistan yang diakui masyarakat internasional tersebut tidak sah.  

Taliban mengatakan, kehadiran pasukan internasional di Afghanistan menjadi halangan utama upaya perdamaian di negara tersebut. Tapi mereka juga mengatakan, pengakuan terhadap pemerintah di Kabul, perubahan konstitusi dan hak perempuan dapat dinegosiasikan.   

Pemerintah Afghanistan semakin kesulitan untuk menahan serangan-serangan Taliban. 

Pada dua pekan lalu Jumat (7/12) pemerintah Afghanistan mengatakan, kelompok pemberontak dan teroris Taliban membunuh 14 pasukan keamanan mereka. Taliban juga menculik 21 orang lainnya dalam sebuah serangan yang terjadi di sebelah barat Provinsi Herat tersebut.

Sebenarnya tidak ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas peristiwa ini. Tapi pemerintah Afghanistan menyalahkan Taliban yang memang aktif melakukan serangan di daerah tersebut. Setiap hari mereka melakukan serangan ke pasukan keamanan Afghanistan. . 

Kabarnya Presiden AS Donald Trump ingin mengakhiri perang selama 17 tahun antara pasukan keamanan Afghanistan yang didukung AS dengan Taliban. 

Kelompok teror tersebut ingin mengusir pengaruh AS di Afghanistan dan memberlakukan hukum Islam yang kaku di negara tersebut. 

sumber : Reuters/AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement