REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Dewan Keamanan PBB mempertimbangkan tindakan untuk mendorong Myanmar agar mau bekerja sama dalam menyelesaikan krisis pengungsi Rohingya. Hal itu dilakukan meskipun sampai sekarang Cina dan Rusia memboikot pembicaraan mengenai resolusi yang dirancang di Inggris tersebut.
"Saya pikir tidak pantas, waktunya tidak tepat dan tidak berguna," kata Duta Besar Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, Senin (18/12).
Rancangan resolusi tersebut bertujuan untuk menetapkan tenggat waktu untuk Myanmar memperbolehkan 700 ribu pengungsi Muslim Rohingya yang saat ini masih berada di Bangladesh pulang ke rumah mereka. Para diplomat mengatakan resolusi tersebut juga bertujuan agar Myanmar mempertanggung jawabkan perbuatan mereka.
Muslim Rohingya melarikan diri dari rumah mereka di Rakhine, Myanmar sejak bulan Agustus tahun lalu. Mereka melarikan diri setelah militer Myanmar membalas serangan-serangan pemberontak Rohingya. Menurut PBB, Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara lainnya pembalasan tersebut sebagai pembersihan etnis.
Myanmar membantah tuduhan genosida tersebut. Rancangan resolusi tersebut akan memperingatkan Myanmar bahwa 15 anggota Dewan Keamanan akan mempertimbangkan langkah selanjutnya termasuk memberikan sanksi jika Myanmar tidak melakukan progres terhadap krisis pengungsi Rohingya. Resolusi itu juga akan meminta PBB untuk melaporkan kembali progres krisis ini secara teratur ke Dewan Keamanan.
Belum diketahui kapan pemungutan suara dilakukan untuk mengesahkan resolusi tersebut. Rancangan resolusi krisis pengungsi Rohingya hanya dapat disahkan jika disetujui sembilan negara anggota dan tidak diveto oleh Rusia, Cina, Amerika Serikat, Inggris, atau Prancis.
Duta Besar Cina untuk PBB Ma Zhaoxu menolak memberikan komentar. Sementara itu, Duta Besar Myanmar untuk PBB Hau Do Suan belum menanggapi permintaan komentar tentang hal ini.
Rancangan resolusi itu sudah tersebar di anggota Dewan Keamanan sejak bulan lalu. Para diplomat mengatakan sudah ada beberapa kali pertemuan untuk membahas rancangan resolusi tersebut. Rusia dan Cina pun datang dalam beberapa pertemuan tapi tidak terlibat dalam pembicaraan lebih jauh.
Isi rancangan tersebut berisi dorongan terhadap Myanmar untuk mengimplementasikan nota kesepahaman (MoU) dengan Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) yang telah ditandatangani pada Juni lalu. Resolusi juga untuk menerapkan rekomendasi yang dibuat Komisi Penasihat Urusan Rakhine yang dipimpin mantan Sekretaris Jendral PBB Kofi Annan.
Rancangan resolusi itu tidak termasuk rekomendasi membawa Myanmar ke Pengadilan Internasional. Utusan Dewan Keamanan PBB sudah mengunjungi Bangladesh dan Myanmar pada April lalu.
Pada Oktober, Cina yang didukung Rusia gagal menghentikan Dewan Keamanan yang dipimpin PBB menuduh militer Myanmar melakukan genosida terhadap Muslim Rohingya. Myanmar menolak laporan yang ditemukan PBB tersebut.