Rabu 19 Dec 2018 12:55 WIB

Merek Pakaian AS Beli Produk dari Pabrik Kamp Xinjiang Cina

Pabrik Xinjiang Cina diduga jadi kamp konsentrasi kerja paksa warga Muslim.

Red: Nur Aini
Petugas setempat memasangkan kamera CCTV di sudut  kota tua Khasgar, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, China.
Foto: Thomas Peter/Reuters
Petugas setempat memasangkan kamera CCTV di sudut kota tua Khasgar, Daerah Otonomi Xinjiang Uighur, China.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pria dan wanita Cina yang dikurung di kamp-kamp tahanan massal ternyata diperkerjakan untuk menjahit pakaian yang telah diimpor sepanjang tahun oleh sebuah perusahaan olahraga di AS. Otoritas Cina mengklaim kamp itu sedang "mendidik kembali" etnis minorita.

Kamp tahanan massal, di Hotan, Cina, adalah salah satu dari sejumlah kamp penahanan yang berlokasi di wilayah Xinjiang. Sejumlah kalangan memperkirakan 1 juta warga muslim telah ditahan di kamp-kamp ini, dan dipaksa untuk meninggalkan bahasa dan agama mereka serta tunduk pada indoktrinasi politik.

Sekarang, Pemerintah Cina juga memaksa beberapa tahanan untuk bekerja di industri manufaktur dan makanan. Beberapa industri manufaktur itu berada di dalam kamp tahanan; yang lain dipekerjakan di pabrik milik negara, pabrik yang disubsidi negara. Para tahanan dikirim ke pabrik-pabrik tersebut setelah mereka dibebaskan.

Kantor berita Associated Press telah melacak pengiriman yang berlangsung terus menerus dari salah satu pabrik tersebut. Hetian Taida Apparel berlokasi di dalam sebuah kamp penahanan warga ke Badger Sportswear, pemasok terkemuka di Statesville, North Carolina, Amerika Serikat.

Xinjiang China" src="http://www.abc.net.au/indonesian/image/10632986-3x2-700x467.jpg" alt="Bangunan di belakang kawat berduri di wilayah Xinjiang China" width="700" height="467" /> Photo: Pihak berwenang Cina mengatakan kamp-kamp, seperti yang ada di Artux di wilayah Xinjiang, menawarkan pelatihan kejuruan gratis.

(AP: Ng Han Guan)

Produk pakaian Badger Sportswear dijual di kampus-kampus di universitas dan tim olahraga di seluruh Amerika Serikat, meskipun tidak ada cara untuk mengetahui di mana baju tertentu yang dibuat di Xinjiang berakhir. Pengiriman ini menunjukkan betapa sulitnya menghentikan produk yang dibuat dengan kerja paksa masuk ke rantai pasokan global, meskipun impor semacam itu ilegal di AS.

Kepala eksekutif Badger, John Anton mengatakan perusahaannya akan menangguhkan pengiriman selama proses penyelidikan berlangsung.

Melalui aku Twitter-nya, Badger mengatakan: "Kami segera menangguhkan pemesanan produk dari Hetian Taida dan afiliasinya saat penyelidikan dilakukan.

"Sebesar satu persen atau kurang produk kami memang bersumber dari Hetian Taida. Kami tidak akan mengirim kepada pelanggan produk apa pun yang kami miliki dari fasilitas itu," demikian bunyi pernyataan itu.

Direktur Hetian Taida, Wu Hongbo membenarkan kalau perusahaannya memang memiliki pabrik di dalam kompleks pendidikan ulang itu. Namun mengklaim perusahaannya justru menyediakan lapangan kerja bagi para peserta pelatihan yang oleh Pemerintah dianggap "tidak masalah".

"Kami membuat kontribusi kami untuk memberantas kemiskinan," kata Wu.

'Banyak laporan tidak benar'

Sementara itu otoritas Cina mengatakan kamp-kamp itu menawarkan pelatihan kejuruan gratis bagi orang-orang Uighur, Kazakh, dan minoritas lainnya, yang kebanyakan Muslim. Hal itu sebagai bagian dari rencana untuk membawa mereka ke dunia "beradab yang modern" dan menghapuskan kemiskinan di kawasan itu.

Pemerintah Cina juga mengklaim mereka yang berada di pusat penahanan itu telah menandatangani perjanjian untuk menerima pelatihan kejuruan. Departemen Propaganda Xinjiang tidak menanggapi permohonan untuk menanggapi pemberitaan ini yang dikirim melalui fax.

Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri China menuduh media asing telah membuat "banyak laporan tidak benar" tentang pusat pelatihan yang mereka dirikan, tetapi tidak menyebutkan secara khusus media yang dimaksud ketika dimintai keterangan.

"Laporan-laporan itu sepenuhnya didasarkan pada bukti desas-desus atau sumbernya tidak jelas," kata juru bicara itu, Hua Chunying, pada suatu jumpa pers.

Namun, puluhan orang yang pernah berada di kamp penahanan massa atau memiliki teman atau keluarga yang ditahan di salah satu kamp penahanan mengatakan mereka tahu mereka tidak diberi pilihan selain bekerja di pabrik. Sebagian besar orang Uighur dan Kazakh, yang diwawancarai di penahanan, juga mengatakan bahwa bahkan orang-orang yang memiliki latar belakang pekerjaan professional juga tetap dilatih kembali untuk melakukan pekerjaan kasar.

Sedangkan pembayaran yang mereka terima bervariasi sesuai dengan pabrik di mana mereka ditempatkan. Beberapa bahkan tidak mendapat bayaran sama sekali sementara yang lain menghasilkan hingga beberapa ratus dolar sebulan, kata mereka - hampir mayoritas dari mereka mendapat bayaran di atas upah minimum untuk bagian Xinjiang yang lebih miskin.

Seseorang yang memiliki pengetahuan langsung tentang situasi di suatu daerah memperkirakan lebih dari 10 ribu tahanan atau 10 hingga 20 persen dari populasi kamp penahanan yang ada di daerah itu, bekerja di pabrik-pabrik. Sebagian dari mereka hanya mendapat upah sepersepuluh dari apa yang biasa mereka hasilkan sebelumnya. Orang itu menolak disebutkan namanya karena takut akan hukuman.

Seorang mantan reporter untuk TV Xinjiang di penahanan itu juga mengatakan selama masa penahanannya yang berlangsung selama sebulan di akhir tahun lalu, orang-orang muda di kampnya telah dibawa pergi di pagi hari untuk bekerja tanpa kompensasi di pabrik pertukangan kayu dan pabrik semen.

"Kamp itu tidak membayar uang, tidak satu sen pun," katanya, ia meminta namanya disamarkan menjadi Elyar, karena ia memiliki keluarga yang masih di Xinjiang.

"Bahkan untuk kebutuhan dasar, seperti mandi atau tidur di malam hari, mereka akan menghubungi keluarga kami di luar kamp penahanan agar membayar kebutuhan tersebut.

'Orang-orang diperlakukan seperti budak'

Rushan Abbas, seorang warga Uighur di Washington, DC, mengatakan bahwa saudara perempuannya termasuk di antara mereka yang ditahan. Saudarinya, Dr Gulshan Abbas, dibawa ke apa yang disebut pemerintah China sebagai pusat kejuruan, meskipun dia tidak memiliki informasi spesifik tentang apakah saudara perempuannya dipaksa untuk bekerja.

"Perusahaan-perusahaan Amerika yang mengimpor dari tempat-tempat itu seharusnya tahu bahwa produk-produk itu dibuat oleh orang-orang yang diperlakukan seperti budak," katanya.

"Apa yang akan mereka lakukan, melatih dokter untuk menjadi penjahit?"

Suami Mainur Medetbek melakukan pekerjaan perbaikan yang tidak biasa sebelum menghilang ke sebuah kamp pada bulan Februari selama kunjungan ke Cina dari rumah mereka di Kazakhstan. Dia mengetahui sedikit tentang kondisi suaminya dari orang membesuk kerabatnya dan dari suami seorang wanita di kamp yang sama.

Suaminya dipekerjakan di pabrik pakaian dan diizinkan untuk pergi dan menghabiskan malam bersama kerabatnya setiap hari Sabtu.

Meskipun Medetbek tidak yakin berapa banyak yang dihasilkan suaminya, wanita di kampnya menghasilkan sekitar 121 dolar sebulan, kurang dari setengah dari upah minimum lokal dan jauh lebih sedikit dari penghasilan suami Medetbek sebelumnya.

"Mereka bilang itu pabrik, tapi itu hanya alasan untuk penahanan. Mereka tidak punya kebebasan; tidak ada waktu baginya untuk berbicara dengan saya," katanya.

"Mereka bilang mereka menemukan pekerjaan untuknya. Saya rasa ini adalah kamp konsentrasi."

Anggota Kongres Republik New Jersey, Chris Smith, anggota Komite Hubungan Luar Negeri parlemen Amerika Serikat menyerukan kepada Pemerintahan Trump pada hari Senin (18/12) untuk melarang impor dari perusahaan-perusahaan di Cina yang terkait dengan kamp-kamp tahanan.

"Tidak hanya Pemerintah Cina menahan lebih dari satu juta warga Uighur dan Muslim lainnya, tapi mereka juga telah memaksa mereka untuk mencabut iman mereka dan menyatakan kesetiaan kepada Partai Komunis, mereka sekarang mengambil keuntungan dari kerja mereka," kata Smith.

"Konsumen AS tidak boleh membeli [produk tersebut], dan pengusaha AS juga tidak boleh mengimpor, barang yang dibuat di kamp konsentrasi modern."

Simak beritanya dalam Bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-12-19/label-olahraga-as-beli-produk-dari-kamp-konsentrasi-china/10633264
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement