Rabu 19 Dec 2018 15:56 WIB

Unicef Kirim Vaksin ke Pulau Terpencil dengan Drone

Bayi di Vanuatu menjadi yang pertama diberi vaksin hasil kiriman drone komersial.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Drone. Ilustrasi
Foto: Foxnews
Drone. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PORT VILLA -- Seorang bayi di sebuah pulau kecil di Vanuatu menjadi anak pertama yang diberi vaksin hasil kiriman pesawat tak berawak atau drone komersial. Unicef ​​mengatur agar pesawat tak berawak itu bisa diterbangkan dalam jarak 40 km melintasi pegunungan terjal di Vanuatu.

Sekitar 20 persen anak-anak di wilayah terpencil Vanuatu tidak mendapatkan vaksinasi penting karena persediaannya terlalu sulit. Tanpa pesawat tak berawak perlu waktu berjam-jam untuk menyeberangi wilayah itu.

Unicef berharap pengiriman vaksin dengan pesawat tak berawak bisa terus berkembang di masa depan guna menjangkau daerah terpencil. "Penerbangan kecil hari ini oleh drone adalah lompatan besar bagi kesehatan global," kata direktur eksekutif Unicef, Henrietta Fore.

"Saat dunia masih berjuang untuk mengimunisasi anak-anak di wilayah yang paling sulit dijangkau, teknologi drone bisa menjembatani mil terakhir untuk menjangkau setiap anak," ungkapnya.

Meski pesawat tak berawak sebelumnya telah digunakan untuk mengirim obat, Unicef ​​mengatakan ini adalah pertama kalinya secara global sebuah negara mengontrak perusahaan drone komersial untuk mengirim vaksin ke daerah-daerah terpencil.

Ada dua perusahaan yang bersaing untuk proyek ini di Vanuatu. Dari dua perusahaan itu, Swoop Aero Australia yang berhasil memenangkan tender setelah sukses melakukan uji coba awal bulan ini.

Pesawat tak berawaknya membawa vaksin dalam kotak styrofoam bersama dengan es dan plastik penjaga suhu ke desa terpencil di Pulau Erromango. Vaksin tersebut dikirim dari Teluk Dillon di sebelah barat pulau itu ke Cook's Bay di sebelah timurnya.

Vaksin kemudian digunakan oleh perawat lokal, Miriam Nampil, untuk memvaksinasi 13 anak dan lima wanita hamil.

Tanpa pesawat tak berawak, Cook's Bay hanya dapat diakses dengan berjalan kaki atau dengan perahu. Keduanya membutuhkan waktu berjam-jam dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan pesawat tak berawak untuk mencapai desa itu selama 25 menit.

Persediaan medis tersebut juga harus disimpan pada suhu dingin. "Sangat sulit untuk membawa kotak es untuk menjaga vaksin tetap dingin saat berjalan melintasi sungai, gunung, menembus hujan, melintasi tepian berbatu," kata Nampil, dikutip BBC.

"Karena perjalanan itu panjang dan sulit, saya hanya bisa pergi ke sana sebulan sekali untuk memvaksinasi anak-anak. Tetapi sekarang, dengan drone ini, kita berharap dapat menjangkau lebih banyak anak di daerah terpencil di pulau itu," ungkap dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement