REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK == Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada hari Jumat (21/12) dengan suara bulat menyetujui penyebaran tim pendahulu AS untuk memantau gencatan senjata di wilayah Hodeidah, Yaman. Keputusan ini mengakhiri perdebatan AS dengan sekutunya terkait kehadiran tim pemantau.
Setelah satu pekan pembicaraan damai yang disponsori PBB di Swedia, kelompok Houthi yang didukung Iran dan pemerintah Yaman yang didukung Saudi sepakat pekan lalu untuk menghentikan pertempuran di kota pelabuhan Laut Merah Hodeidah dan menarik pasukan. Gencatan senjata dimulai pada Selasa (18/12) lalu.
Dewan Keamanan memberi wewenang kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk mengerahkan sebuah tim pemantauan tingkat lanjut selama 30 hari pertama.
Tim itu, menurut juru bicara AS, yang dipimpin pensiunan Jenderal Belanda, Patrick Cammaert, dijadwalkan tiba di Yaman segera. Personel tidak akan berseragam atau bersenjata.
Dewan juga meminta Guterres untuk mengajukan proposal pada akhir bulan mengenai operasi pemantauan substantif untuk gencatan senjata dan pemindahan pasukan; dukungan untuk pengelolaan dan inspeksi di pelabuhan Hodeidah, Salif dan Ras Issa dan penguatan kehadiran AS di wilayah Hodeidah.
Guterres juga diharuskan untuk melaporkan setiap pekan ke Dewan Keamanan tentang implementasi resolusi, yang mendukung kesepakatan gencatan senjata yang disepakati di Swedia.
"Sangat penting bagi para pihak untuk menindaklanjuti komitmen mereka," Duta Besar Britania Raya Karen Pierce mengatakan kepada dewan setelah pemungutan suara.
Dewan Keamanan telah berselisih tentang draft yang dirancang Inggris sejak Senin. AS yang tidak senang dengan upaya Inggris, muncul dengan versinya sendiri pada Kamis.
Secara tradisional, negara-negara mengusulkan amandemen rancangan awal alih-alih menghasilkan teks mereka sendiri.
Ketika ditanya tentang negosiasi dengan AS, Pierce mengatakan kepada wartawan: "Inilah yang dimaksud dengan diplomasi, jadi saya senang itu berhasil pada kesempatan ini." kata Pierce.
Draf AS, mencerminkan tujuan Inggris yang berfokus pada kesepakatan gencatan senjata dan memberi otorisasi pada dukungan PBB. Namun, Washington telah mengurangi bahasa tentang krisis kemanusiaan.
Resolusi yang diadopsi pada Jumat mempertahankan beberapa tujuan Inggris pada krisis bantuan.
Konflik telah mendorong warga Yaman mengalami kelaparan dengan jutaan orang yang mengandalkan bantuan makanan. Lebih dari 80 persen impor Yaman masuk melalui pelabuhan Hodeidah, namun jumlahnya telah semakin berkurang.
Resolusi tersebut meminta Pemerintah Yaman dan Houthi untuk menghilangkan hambatan birokrasi terhadap aliran bantuan dan barang komersial, termasuk bahan bakar, dan memastikan semua pelabuhan negara berfungsi.
AS juga ingin mengutuk Iran terkait pelanggaran embargo senjata pada Yaman, namun Rusia yang keberatan. Iran telah berulang kali menolak tuduhan bahwa ia telah memasok senjata kepada Houthi Yaman.
"Kami berharap bahwa pada hari-hari mendatang rudal Iran atau kesalahan tidak menghancurkan janji damai dan membawa kita kembali ke tempat kita sebelumnya. Tapi jika memang begitu, dewan ini mungkin akan menyesali kelalaian ini," Diplomat AS Rodney Hunter, Koordinator Politik Misi AS kepada PBB, mengatakan kepada Dewan Keamanan PBB setelah pemungutan suara.