Ahad 23 Dec 2018 11:06 WIB

Fotografer Norwegia Saksikan Dua Gelombang Terjang Anyer

Andersen sedang berada di pantai memotret gunung Anak Krakatau.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Gunung Anak Krakatau.
Foto: Antara/HO/Windy Cahya
Gunung Anak Krakatau.

REPUBLIKA.CO.ID, PANDEGLANG -- Fotografer gunung berapi asal Norwegia, Oytein Lund Andersen mengaku sedang berada di Pantai Anyer sebelum gelombang pasang dan tsunami menerjang, Sabtu malam (22/12). Saat itu dia mencoba memotret Gunung Krakatau yang terlihat sedang erupsi.

"Saya berada di pantai memotret gunung Anak Krakatau. Saya sendirian, keluarga saya tidur di kamar," ujar dia dalam wawancara dengan BBC, Ahad (23/12).

Baca Juga

Andersen mengatakan, sore harinya memang ada aktivitas erupsi yang cukup berat pada Gunung Krakatau. Namun, sesaat sebelum ombak menghantam pantai, tidak ada aktivitas sama sekali.

"Di luar sana hanya gelap, daan tiba-tiba saya melihat gelombang tinggi datang, dan saya berlari," kata dia.

Menurutnya, terdapat dua gelombang. Gelombang pertama tidak begitu besar sebab Andersen masih bisa berlari untuk menyelamatkan diri. "Saya berlari ke hotel, membangunkan istri dan putra saya," ujarnya.

photo
Suasana Pantai Karang Bolong, Anyer, Banten, Ahad (23/12).

Kemudian, dia menceritakan mendengar kembali hantaman gelombang kedua yang kali ini menurutnya sangat besar. "Saya melihat keluar jendela ketika gelombang kedua menghantam. Itu jauh lebih besar," ujarnya.

Ombak kedua tersebut menghantam hotel dan mobil-mobil terdorong keluar dari jalan. Andersen dan para tamu hotel langsung lari ke hutan menuju tempat yang lebih tinggi yang berada di samping hotel.

"Kami masih di atas bukit sekarang," ujarnya.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan dampak tsunami dan gelombang tinggi yang menerjang pantai di Selat Sunda, khususnya di daerah Pandenglang, Lampung Selatan, dan Serang menyebabkan 43 orang meninggal dunia. Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho dalam keterangan tertulisnya diterima di Jakarta, Ahad, mengatakan data sementara hingga pukul 07.00 WIB telah menyebabkan 43 orang meninggal dunia, 584 orang luka-luka, dan dua orang hilang.

BBC mencatat, Indonesia rentan terhadap gempa bumi sebab terletak di Ring of Fire atau garis gempa yang kerap terjadi dan letusan gunung berapi yang mengelilingi hampir seluruh tepi Pasifik. Gunung Anak Krakatau mengalami peningkatan aktivitas dalam beberapa bulan terakhir.

Badan geologi Indonesia mengatakan, gunung berapi meletus selama dua menit dan 12 detik pada Jumat (21/12) yang menimbulkan awan abu yang naik 400 meter (1.300 kaki) di atas gunung. Pengunjung pun tidak ada yang diizinkan berada dalam jarak dua kilometer dari kawah.

photo
Suasana Pantai Karang Bolong, Anyer, Banten, Ahad (23/12).

Pada Agustus 1883, Gunung krakatau mengalami letusan gunung berapi paling keras dalam sejarah. Akibat erupsinya, terjadi tsunami dahsyat dengan gelombang hingga 135 kaki (41 meter). Akibatnya lebih dari 30 ribu orang meninggal dunia dan ribuan orang lainnya tewas oleh abu panas.

Erupsi Krakatau kala itu setara dengan 200 megaton TNT atau sekitar 13 ribu kali hasil nuklir bom yang dijatuhkan di Hiroshima pada 1945. Letusannya pun terdengar ribuan kilometer.

Usai letusan hebat kala itu, suhu dunia turun lebih dari satu derajat Celsius pada tahun berikutnya. Pulau vulkanik itu pun hampir menghilang. Pada 1927, sebuah pulau baru, Anak Krakatau muncul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement