Selasa 25 Dec 2018 01:31 WIB

Anak-Anak Palestina Meninggal Karena Penolakan Rumah Sakit

UNRWA membayar biaya kesehatan dan pendidikan untuk lima juta pengungsi Palestina

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Nidia Zuraya
Seoran anak pengungsi korban akibat perang di Palestina
Foto: VOA/AFP
Seoran anak pengungsi korban akibat perang di Palestina

REPUBLIKA.CO.ID, BEIRUT -- Seorang anak lelaki Palestina berusia tiga tahun meninggal setelah rumah sakit di seluruh Libanon diduga menolak memberikan tempat tidur kepadanya di unit perawatan intensif. Anak laki-laki bernama Mohammed Wehbe tersebut menderita hidrosefalus dan sangat membutuhkan perawatan setelah kondisinya memburuk.

Ia dirawat di Rumah Sakit Islam Tripoli pada 14 Desember 2018. Namun, rumah sakit itu tidak memiliki tempat tidur di ICU. Ketika keluarganya menghubungi setidaknya tiga rumah sakit lain juga menolaknya.

Umm Mohammed, ibu dari Mohammed Wehbe, mengatakan, anaknya meninggal tiga hari kemudian. "Jika dia dirawat di unit perawatan intensif pada hari pertama, dan menerima perawatan yang dia butuhkan, dia akan tetap hidup di pangkuanku," katanya dilansir dari Aljazeera, Selasa ( 25/12).

Umm menuturkan rumah sakit yang berbeda memberikan alasan yang berbeda untuk menolak membantu keluarganya. Ia mengklaim Rumah Sakit Hammoud, tempat anaknya dirawat sebelumnya, menolak menerima anaknya karena belum membayar tagihan.

Kemudian, rumah sakit Hariri dan Karantina menolak untuk menerimanya, karena mengaku tidak menerima pasien dari rumah sakit lain." Saya menerima takdir Tuhan, tapi saya mengutuk rumah sakit, termasuk rumah sakit Hariri, rumah sakit Karantina dan rumah sakit Hammoud," ucapnya.

Akhirnya, Mohammed dipindahkan ke Rumah Sakit Pemerintah Tripoli dengan janji, ia akan dipindahkan ke unit perawatan anak khusus, tetapi pada saat itu sudah terlambat. Ia meninggal di ruang gawat darurat sebelum sempat dirawat.

Mohammed tinggal di kamp pengungsi Nahr al-Bared bersama orang tua dan saudara perempuannya. Rekan penghuni mengaku marah pada kegagalan bahkan rumah sakit terakhir, yang memiliki tempat tidur di unit perawatan intensif, untuk memindahkannya ke sana tepat waktu.

Milad Salameh, seorang aktivis di kamp, ​​mengatakan ia menduga keterlambatan itu disebabkan oleh rumah sakit yang menunggu transfer pembayaran dari Badan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA). UNRWA membayar untuk perawatan kesehatan dan pendidikan kepada lebih dari lima juta pengungsi Palestina di Suriah, Yordania dan Lebanon.

Salameh mengatakan dia percaya bahwa agensi tersebut telah memotong sudut, sejak AS menarik bagian pendanaannya. "Orang-orang menderita karena berkurangnya layanan UNRWA, mereka marah dan turun ke jalan dan mulai membakar ban," ucapnya.

Namun, UNRWA membantahnya dan mengatakan  perawatan khusus yang diperlukan Mohammed tidak tersedia di rumah sakit mana pun hingga 17 Desember.Tim medis UNRWA di Utara (Lebanon) dan di Beirut mengerahkan semua upaya yang mungkin untuk menemukan tempat tidur untuk anak di rumah sakit mana pun di seluruh Libanon yang akan memiliki perawatan anak yang begitu khusus, tetapi tidak ada tempat tidur tersedia hingga sore hari 17 Desember.

"Ketika UNRWA berhasil menemukannya di ranjang di rumah sakit pemerintah Tripoli. Sayangnya ia meninggal pada malam itu,"kata UNRWA dalam sebuah pernyataan.

Sementara itu, para pengunjuk rasa telah mendirikan tenda di jalan utama menuntut sebuah rumah sakit dibangun di dalam kamp, ​​yang merupakan rumah bagi 40 ribu warga Palestina.

Para warga mengatakan Mohammed bukan anak pertama yang mati karena kurangnya perhatian terhadap Palestina dan fasilitas medis yang tidak memadai.

Sementara masing-masing rumah sakit belum berkomentar, Menteri Kesehatan sementara Lebanon, Ghassan Hasbani mengatakan, Mohammed telah dirawat di sejumlah rumah sakit sebelumnya dan biaya perawatannya telah dijamin oleh UNRWA.

Ia menambahkan kondisi anak itu telah memburuk di luar ruang lingkup untuk perawatan yang berhasil dan mencapai tahap sangat maju yang menyebabkan kematiannya.

Namun, Umm Mohammed masih tidak tahu penyebab dibalik penolakan yang dilakukan oleh banyak rumah sakit tersebut. Apakah karena alasan kurangnya dana, identitas Palestinanya, atau kurangnya fasilitas medis.

Yang pasti rumah sakit di Lebanon, menurut Umm, telah mengecewakan putranya. "Putraku tidur nyenyak sekarang jauh dari orang-orang tak berperasaan di negara ini," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement