Selasa 25 Dec 2018 11:17 WIB

Protes Meluas, Militer Sudan Bela Bashir

Warga turun ke jalanan memprotes kenaikan harga barang.

Presiden Sudan Omar al-Bashir
Foto: Reuters
Presiden Sudan Omar al-Bashir

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Militer Sudan menyampaikan dukungan buat Presiden Omar al-Bashir,di tengah protes jalanan sehubungan dengan kenaikan harga dan kurangnya komoditas dasar. Di dalam satu pernyataan baru-baru ini, militer Sudan mengatakan, seluruh pasukan mendukung pemimpin negeri tersebut.

"Angkatan Bersenjata menyatakan bahwa Angkatan Bersenjata mendukung pemimpinnya dan keinginannya dalam memelihara prestasi bangsa serta keamanan bangsa, keselamatan dengan darah, kehormatan dan asetnya," kata pernyataan militer yang dikutip oleh kantor berita Sudan, SUNA.

Pernyataan itu dikeluarkan di tengah laporan bahwa sebagian perwira senior militer telah bergabung dengan pemrotes di Kota Besar Atbara, Gadaref dan Port Sudan.

Beberapa negara bagian Sudan telah diguncang oleh protes sehubungan dengan kenaikan harga, inflasi dan berlipatnya harga roti.

Meskipun perkiraan resmi menyebutkan jumlah korban jiwa akibat protes sebanyak delapan orang, kelompok oposisi mengatakan sedikitnya 22 orang telah tewas dalam kerusuhan itu.

Pada Ahad (23/12), protes meletus di Omdurman, kota kembar Ibu Kota Sudan, Khartoum, dan Negara Bagian Kordofan Selatan serta Utara.

Beberapa saksi mata mengatakan polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan penggemar klub sepak bola yang berpawai di pusat kota Khartoum setelah pertandingan sepak bola. Mereka meneriakkan slogan yang menentang Presiden Omar Al-Bashir yang telah memangku jabatan sejak 1989.

Pemerintah Sudan telah mengumumkan keadaan darurat dan larangan orang keluar rumah di sejumlah provinsi sehubungan dengan protes tersebut. Sementara para pejabat pemerintah menuduh Israel bersekongkol dengan kelompok gerilyawan untuk menyulut kerusuhan di Sudan.

Sudan, negara dengan 40 juta warga, telah berjuang memulihkan pendapatannya setelah kehilangan tiga-perempat hasil minyaknya. Sudah kehilangan penghasilan minyak usai Sudan Selatan memisahkan diri pada 2011.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement