Kamis 27 Dec 2018 13:34 WIB

Rusia-Turki Bahas Suriah Setelah Tentara AS Keluar

Rusia merupakan sekutu dekat Pemerintah Suriah.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersama Presiden Rusia Vladimir Putin.
Foto: Kremlin Pool Photo via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan bersama Presiden Rusia Vladimir Putin.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia dan Turki akan menggelar pembicaraan tingkat tinggi tentang Suriah di Moskow. Selain proses perdamaian, kedua negara juga akan mendiskusikan operasi kontraterorisme di negara tersebut.

"Pertemuan dengan delegasi perwakilan Turki sedang dilakukan. Kontak tingkat tinggi tentang Suriah mungkin diadakan di Moskow dalam waktu dekat," kata Kementerian Luar Negeri Rusia dalam sebuah pernyataan pada Rabu (26/12), dikutip laman kantor berita Rusia TASS.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan, selama ini Rusia dan Turki memang selalu menjalin koordinasi erat perihal tindakan yang kedua negara ambil di Suriah.

"Kami secara erat mengoordinasikan pandangan kami dan implementasi kebijakan konkret di Suriah dengan rekan-rekan Turki kami, baik dalam kebijakan luar negeri dan dalam operasi kontrateroris di lapangan," katanya, dikutip Anadolu Agency.

Baca juga, Assad: Konflik Suriah Perang Internasional.

Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu telah mengumumkan rencana kunjungannya ke Rusia pada akhir Desember. Dalam kunjungan itu, Cavusoglu dilaporkan akan didampingi Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar dan Kepala Organisasi Intelijen Nasional Hakan Fidan.

Menurut Cavusoglu, kunjungannya itu akan dimanfaatkan untuk membahas keputusan Presiden AS Donald Trump menarik seluruh pasukannya dari Suriah. Pembentukan komite konstitusi Suriah diperkirakan akan turut dibahas Cavusoglu.

Rusia dan Turki adalah dua negara yang terlibat langsung dalam konflik Suriah. Rusia merupakan sekutu Pemerintah Suriah. Sementara Turki adalah pihak yang memerangi kelompok Kurdi bersenjata di negara tersebut. Turki telah menganggap kelompok Kurdi bersenjata itu sebagai teroris dan mengancam keamanannya. Kendati begitu, Turki juga menolak rezim Suriah di bawah Bashar al-Assad. 

Kedua negara juga dilibatkan PBB dalam pembentukan komite konstitusi Suriah. Komite itu, yang juga diisi perwakilan pemerintah dan oposisi Suriah, bertugas menyusun konstitusi baru guna mengakhiri konflik tujuh tahun.

Konflik Suriah yang berlangsung sejak 2011, telah menyebabkan lebih dari 360 ribu orang tewas. Perang tak berkesudahan juga memaksa jutaan warga Suriah mengungsi ke berbagai negara, termasuk Eropa. (Kamran Dikarma)

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement