Kamis 27 Dec 2018 15:49 WIB

Jerman Tolak Penempatan Rudal Nuklir di Eropa

AS kerap menuding Rusia melanggar traktat nuklir.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Misil nuklir Rusia
Misil nuklir Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas mengatakan, Jerman akan menentang penempatan rudal nuklir jarak menengah baru di Eropa. Pernyataannya berkaitan dengan rencana mundurnya Amerika Serikat (AS) dari perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF).

"Dalam situasi apa pun, Eropa tidak boleh menjadi panggung untuk perdebatan perlucutan senjata. Penempatan rudal jarak menengah baru akan disambut dengan perlawanan luas di Jerman," kata Maas pada Rabu (26/12).

Ia tak menyinggung secara langsung perihal rencana mundurnya AS dari INF. Namun Maas menyoroti respons yang akan dilakukan Rusia terhadap keputusan Washington, yakni dengan menyebar rudal nuklir baru di Eropa.

Maas menilai, respons demikian tidak akan menyelesaikan persoalan. "Persenjataan nuklir adalah jawaban yang salah," ujarnya.

Baca juga, AS akan Mundur dari Perjanjian Nuklir dengan Rusia.

INF ditandatangani AS dan Uni Soviet pada 1987. Perjanjian tersebut melarang kedua belah pihak memproduksi atau memiliki rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer.

Sejak 2014, AS kerap menuding Rusia melanggar INF. Namun tudingan itu selalu dibantah oleh Moskow. Pada Oktober lalu, Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencananya menarik AS dari INF.

Presiden Rusia Vladimir Putin mengaku mengkhawatirkan terjadinya perlombaan senjata nuklir baru bila AS mundur dari INF. "Bahaya dari situasi yang meningkat sedang diremehkan," kata Putin ketika ditanya tentang kekhawatiran terjadinya perang nuklir dalam sebuah konferensi pers di Moskow pekan lalu.

Putin juga menyinggung kesepakatan persenjataan nuklir lain yang dijalin Rusia dan AS, yakni New Strategic Arms Reduction Treaty (START).

Perjanjian New START, yang mulai berlaku pada 2011,  mengatur tentang pembatasan jumlah hulu ledak nuklir yang dikerahkan AS dan Rusia. Perjanjian itu akan kedaluwarsa atau berakhir pada Februari 2021.

Menurut Putin, hingga kini AS belum membicarakan tentang kemungkinan memperpanjang masa aktif perjanjian New START. "Tidak ada negosiasi untuk memperpanjangnya. Itu tidak menarik atau tidak diperlukan, baiklah kalau begitu," ujarnya, dikutip laman the Washington Post.

Putin menilai bila kedua perjanjian yang mengatur tentang pembatasan kepemilikan senjata nuklir lenyap, hal itu akan berdampak buruk bagi kemanusiaan. "Ini sangat buruk bagi kemanusiaan karena hal itu membawa kita ke garis yang sangat berbahaya," ucapnya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement