Jumat 28 Dec 2018 20:31 WIB

Terindikasi Korupsi, Pakistan Cekal Mantan Presiden Zardari

Sebanyak 172 politisi dan birokrat masuk daftar pencekalan keluar negeri.

Bandara Internasional Jinnah di Karachi
Bandara Internasional Jinnah di Karachi

REPUBLIKA.CO.ID, KARACHI -- Pemerintah Pakistan pada Kamis (27/12) mengumumkan akan memasukkan nama mantan Presiden Asif Ali Zardari ke dalam daftar larangan terbang karena dugaan keterlibatannya dalam korupsi dan pencucian uang.

Ketika berbicara kepada wartawan, Menteri Penerangan Pakistan, Fawad Chaudhry, dalam sebuah pertemuan, dipimpin Perdana Menteri Imran Khan, setuju untuk memasukkan nama 172 politisi dan birokrat yang menghadapi tuntutan korupsi dan pencucian uang ke dalam Exit Control List.

Itu berarti para tersangka takkan diperkenankan bepergian ke luar negeri sampai penyelidikan yang sedang berlangsung terhadap mereka selesai.

Para tersangka juga meliputi Kepala Menteri Sindh Sayed Murad Ali Shah dan Faryal Talpur, saudari Zardari, yang juga dikenal "Nona Segalanya" di Provinsi Sindh di bagian selatan negeri tersebut, tempat partai mantan perdana menteri itu, Partai Rakyat Pakistan (PPP) memerintah selama tiga kali berturut-turut.

Tindakan paling akhir itu, yang merupakan bagian dari aksi kontroversial anti-korupsi pemerintah saat ini, dilakukan beberapa hari setelah Nawaz Sharif, perdana menteri tiga periode di negeri tersebut, dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dalam satu kasus korupsi.

Oposisi menuduh pemerintah melancarkan aksi "sepihak" dan menutup mata terhadap para menterinya sendiri, termasuk saudari perdana menteri , yang menghadapi bermacam penyidikan dalam kasus korupsi dan menyembunyikan aset.  

Pemerintah sudah mengajukan rujukan terhadap Zardari untuk mengupayakan didiskualifikasi karena ia diduga menyembunyikan aset di luar negeri.

Zardari dipilih sebagai anggota Majelis Nasional, di Kota Nawabshah, tempat kelahirannya di Provinsi Sindh dalam pemilihan umum paling akhir di Pakistan.

Mantan presiden yang tercoreng korupsi tersebut juga menghadapi pemeriksaan dalam kasus pencucian uang, yang melibatkan transaksi miliaran Rupee Pakistan melalui rekening palsu.

Sementara itu PPP membantah tuduhan pemerintah dan menyebut semua tuduhan tersebut "tak berdasar" dan "menghindari kebenaran".

PPP, yang telah memerintah negeri itu empat kali sejak partai tersebut memasuki kancah politik pada 1967l, dan berada pada posisi ketiga dalam pemilihan umum Juli dengan meraih 51 kursi di Majelis Nasional, dengan 342 anggota.

Partai Imran Khan, Pakistan Tehreek-e-Insaf (PTI), berada di posisi pertama, sementara Liga Muslim Pakistan, yang dipimpin Nawaz Sharif-- menempati posisi kedua, masing-masing dengan 148 dan 82 kursi.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement