REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Lebih dari satu lusin orang terbunuh dalam kekerasan yang berhubungan dengan pemilihan umum. Surat kabar Bangladesh Daily Star melaporkan ada sebanyak 16 orang tewas terbunuh di 13 distrik dalam kekerasan yang berhubungan dengan pemilu.
Para anggota baik dari partai berkuasa maupun oposisi mengajukan keluhan tentang penyerangan terhadap pendukung dan kandidat masing-masing. Sekitar 50 orang yang mengaku sebagai pendukung partai oposisi mengatakan mereka diintimidasi dan diancam serta dipaksa memilih di depan orang-orang dari partai berkuasa.
"Telah terjadi beberapa kejadian yang menyimpang. Kami akan bertanya kepada petugas kami untuk menanganinya," kata Kepala Pemilihan Umum Bangladesh K.M Nurul Huda, Senin (30/12).
Partai oposisi mengatakan pemilu ini dirusak oleh penangkapan dan penangkapan yang dilakukan pendukung partai penguasa. Mereka mengatakan ada enam kandidat anggota parlemen yang ditangkap pemerintahan Perdana Menteri Sheik Hasina.
"Penggunaan mesin negara yang dilakukan Hasina untuk menaklukan oposisi hampir memastikan kemenangannya," kata analis Asia Selatan di Eurasia Group, Sasha Riser-Kosistsky.
Hasina memang kembali memenangkan pemilihan umum dan mempertahankan kursi perdana menteri untuk ketiga kalinya. Koalisi partai penguasa yang dipimpin partainya Hasina, Awami League memenangkan 287 kursi dari 298 kursi. Partai oposisi yang memboikot pemilu sebelumnya hanya mendapatkan enam kursi.
"Saya ucapkan selamat kepada Awami League," kata Sekretaris Komisi Pemilihan Umum Bangladesh, Helal Uddin Ahmed di stasiun televisi.
Hasina mengkonsolidasikan kemenangannya setelah satu dekade berkuasa. Ia dipuji karena memajukan perekonomian dan mempromosikan pembangunan. Tapi ia juga dituduh telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia, menekan perbedaan pendapat dan media.
Para pemimpin partai Awami League mengatakan tugas pertama Hasina adalah menaikan upah minimum buruh industri pakaian. Bangladesh memiliki industri pabrik pakaian terbesar nomor dua di dunia setelah Cina.