Senin 31 Dec 2018 15:57 WIB

Kisah Pelarian Putri Penguasa Dubai yang Gagal

Putri Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum ini disebut putri pemberani.

Sheikha Latifa Bin Mohammed bin Rashid Al Maktoum II (kiri) dan Mary Robinson.
Foto: ABC News
Sheikha Latifa Bin Mohammed bin Rashid Al Maktoum II (kiri) dan Mary Robinson.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Ada pertanyaan baru seputar kondisi seorang putri Arab yang mencoba melarikan diri dari rezim ayahnya awal tahun ini. Itu setelah sejumlah foto tentang pertemuannya dengan mantan kepala hak asasi manusia PBB muncul.

Sheikha Latifa Bin Mohammed bin Rashid Al Maktoum II dilaporkan meninggalkan Dubai pada Februari lalu. Dengan rencana yang berani, ia melarikan diri menggunakan kapal pesiar pribadi ke perairan internasional dan berlayar menuju India.

Tetapi orang-orang bersenjata membawanya keluar dari kapal pesiar itu ketika mendekati pantai India. Ia belum terlihat sejak saat itu, sampai mantan kepala hak asasi manusia PBB, Mary Robinson, makan siang dengannya dan keluarganya di Dubai dua pekan lalu.

Robinson mengatakan bahwa ia telah menulis kepada PBB tentang kunjungan itu, yang ia buat atas permintaan keluarga kerajaan Dubai. "Saya pikir Anda harus paham bahwa ini adalah seorang perempuan muda bermasalah yang memiliki situasi medis serius," kata Robinson.

"Ia menerima perawatan psikiatris. Mereka tak ingin ia mendapat publisitas lagi, dan itu adalah dilema."

photo
Kelompok hak asasi manusia mengatakan mereka lega melihat bukti bahwa sang putri masih hidup. (United Arab Emirates Ministry of Foreign Affairs and International Cooperation via AP)

Pemerintah Uni Emirat Arab merilis foto-foto pertemuan itu dan pernyataan yang mengatakan mereka membantah tuduhan palsu tentang perlakuan terhadap sang putri. Kelompok-kelompok hak asasi manusia, yang telah berkampanye atas nama Latifa Al Maktoum, mengatakan mereka bersyukur atas bukti bahwa sang putri masih hidup.

Tetapi Radha Stirling, yang menjalankan kelompok 'Detained' (ditahan) di Dubai, mengatakan Robinson mengelak dari protokol PBB dan penyelidikan aktif atas hilangnya Sheikha Latifa.

"Sepertinya UEA ingin menggunakannya untuk memberikan kepastian kepada publik bahwa Latifa sebenarnya aman dan hidup dan dalam perawatan penuh kasih dari keluarganya," kata Stirling.

"Tapi apa yang kami ketahui, dari apa yang Latifa katakan dalam videonya, bahwa tak ada kemungkinan ia berada dalam kondisi aman dan penuh kasih dari keluarganya ketika ia menggambarkan mereka telah menyiksa dan melecehkannya, dan memenjarakannya."

Hidup seperti terpenjara

Putri penguasa Dubai -Sheikh Mohammed bin Rashid Al Maktoum -yang berusia 33 tahun ini disebut-sebut sebagai "putri pemberani" Dubai. Ia seorang instruktur skydiving dengan minat dalam seni bela diri.

Namun dalam sebuah video yang dirilisnya awal tahun ini, Sheikha Latifa mengklaim kehidupan istimewanya sebenarnya adalah salah satu penjara yang ingin ia lepaskan. Dalam upaya pelariannya, Sheikha Latifa dibantu oleh mantan mata-mata Prancis, Herve Jaubert.

Dalam sebuah dokumenter BBC yang disiarkan bulan ini, Jaubert mengatakan orang-orang bersenjata -yang diduga pasukan komando India dan anggota layanan keamanan negara Dubai - naik ke kapal, menyerang awak, dan membawa Sheikha Latifa pergi.

"Sebelum mereka menyeret Latifa keluar dari kapal, ia berteriak dan menjerit," katanya. "Ia meminta suaka politik dan ia mengatakan lebih baik ia dibunuh di kapal daripada kembali ke Dubai. Itu pernyataan yang kuat."

Desakan untuk terlibat

Alih-alih memuaskan kritik yang beredar, penerbitan foto-foto itu dan pernyataan dari Uni Emirat Arab malah memicu seruan baru untuk penyelidikan lebih lanjut atas kasus Sheikha Latifa.

photo
Kelompok hak asasi manusia telah menerbitkan Salinan dari apa yang mereka klaim sebagai paspor Latifa. (Supplied: Escape from Dubai)

Contoh tingkat tinggi, dengan dugaan pelanggaran hukum internasional, ini hanyalah satu dari banyak kasus di Uni Emirat Arab.

Pengacara hak asasi manusia, Toby Cadman, mengatakan banyak negara di Timur Tengah telah diizinkan untuk mengabaikan standar hak asasi manusia karena kurangnya tekanan dan penegakan hukum dari negara-negara Barat.

"Saya pikir perlu ada sejumlah besar tekanan terhadap negara-negara seperti UEA, Arab Saudi."

"Jika kita melihat kasus Khashoggi juga, tentu saja negara Barat perlu menekankan agenda hak asasi manusia, sementara kenyataannya sekarang ini isu itu tak mask prioritas dan perdagangan yang diutamakan."

Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-12-31/foto-putri-arab-bersama-kepala-ham-pbb-picu-kekhawatiran/10675924
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement