Rabu 02 Jan 2019 10:28 WIB

Presiden Brasil Ingin Pindah Kedubes ke Yerusalem

Jair Bolsonaro dilantik sebagai presiden Brasil pada 1 Januari 2019.

Red: Nur Aini
Jair Bolsonaro memenangkan pemilihan presiden Brasil
Foto: AP Photo/Silvia Izquierdo, File
Jair Bolsonaro memenangkan pemilihan presiden Brasil

REPUBLIKA.CO.ID, RIO -- Tokoh nasionalis sayap-kanan Jair Bolsonaro pada Selasa (1/1) dilantik sebagai presiden Brasil. Kebijakan Bolsonaro ingin mendekat ke Amerika Serikat dan Israel, termasuk memindahkan kedutaan besar Brasil ke Yerusalem.

Bolsonaro bertekad untuk menumpas korupsi, kejahatan dengan kekerasan, serta akan membangkitkan kembali perekonomian Brasil, yang lemah, melalui penghapusan pembatasan dan peraturan serta penertiban fiskal.

Bolsonaro adalah mantan kapten Angkatan Darat dan pernah menjabat sebagai anggota kongres selama tujuh periode. Ia menggalang gelombang kemarahan antikemapaman untuk menjadi presiden pertama Brazil dari kalangan kanan-jauh sejak pemerintahan militer membuka jalan bagi pemerintaan sipil tiga dasawarsa lalu.

Bolsonaro berencana menyesuaikan lagi hubungan Brazil secara internasional, menjauhi sekutu-sekutu dari negara berkembang serta mendekat ke kebijakan para pemimpin Barat, terutama Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Trump mengirim Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo untuk menghadiri upacara pengukuhan Bolsonaro sebagai presiden.

Menyangkut isyarat diplomatik yang jelas, Bolsonaro berencana untuk memindahkan Kedutaan Besar Brazil di Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Langkah itu akan menjadi perubahan kebijakan Brazil selama ini, yang mendukung penyelesaian dua-negara atas masalah Palestina.

Dengan dukungan sektor-sektor konservatif di Brazil, termasuk kalangan gereja injil, Bolsonaro akan mengadang langkah-langkah melegalkan aborsi, bahkan di luar beberapa pengecualian terbatas yang berlaku saat ini. Ia juga akan menghapuskan pendidikan seks dari sekolah-sekolah umum.

Dua-pertiga dari kabinetnya adalah para mantan petinggi militer, sebagian besar adalah rekan-rekannya sesama kadet Akademi Militer Agulhas Negras yang semuanya merupakan pendukung lantang rezim militer Brazil selama periode 1964-1985. Bolsonaro, 63 tahun, telah menghadapi tuduhan menghasut pemerkosaan serta kejahatan dengan ujaran kebencian melalui pernyataan-pernyataannya soal perempuan, kaum gay, dan suku minoritas.

Kendati demikian, pernyataannya menyangkut hukum dan ketertiban serta rencana melonggarkan pengawasan senjata mendapat dukungan dari banyak pemilih. Hal itu terutama di daerah pedesaan pertanian Brazil yang yang sedang berkembang pesat.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement