REPUBLIKA.CO.ID, BEOGRAD -- Ribuan orang berunjuk rasa dalam udara dingin di pusat Kota Beograd untuk menentang Presiden Aleksandar Vucic dan Partai Progresif Serbia (SNS) yang berkuasa. Mereka juga menuntut kebebasan media dan mengakhiri serangan-serangan terhadap wartawan dan tokoh-tokoh oposisi.
Para pemerotes meniupkan peluit, mengibarkan spanduk yang bertuliskan "Hentikan Pengkhianatan, Bela Konstitusi, dan Dukung Rakyat", serta meneriakkan "Vucic, pencuri!" Aksi turun ke jalan tersebut menjadi demonstrasi ke lima dalam beberapa pekan terakhir.
Serangkaian unjuk rasa itu, yang juga berlangsung di Kota Kragujevac, dipicu oleh satu insiden pada November 2018. Saat itu, politisi oposisi Borko Stefanovic dipukuli oleh para penyerang tak dikenal di Kota Krusevac.
Para pendukung Aliansi bagi Serbia, satu kelompok yang beranggota 30 partai oposisi dan organisasi, mengatakan Vucic adalah otokrat dan partainya korup. Para pemimpin SNS membantah tudingan itu.
Para demonstran menuntut lebih banyak liputan kelompok-kelompok oposisi oleh stasiun penyiaran publik dan jaminan investigasi terhadap serangan-serangan atas para wartawan dan politisi oposisi. Sebelumnya Vucic menyatakan ia tidak akan tunduk pada tuntutan-tuntutan oposisi bagi reformasi pemilihan dan meningkatkan kebebasan media.
Vuvic bahkan sesumbar "kalaupun ada 5 juta orang di jalan", ia akan bergeming. Di lain sisi, ia mengatakan akan menguji popularitas partainya dalam pemungutan suara nanti.
Kelompok-kelompok oposisi telah mengatakan mereka akan memboikot pemilihan. Menurut jajak pendapat yang dilakukan pemantau pemilihan CESID yang berkantor di Beograd pada Oktober, SNS memiliki dukungan 53,3 persen, jauh di atas dukungan yang diraih partai-partai lain.
Jika partai-partai oposisi membentuk aliansi, mereka dapat meraih sekitar 15 persen suara, demikian survei itu. Koalisi yang berkuasa dan dipimpin SNS memiliki 160 dari 250 kursi di parlemen. Pemungutan suara mendatang dijadwalkan berlangsung tahun 2020.