Senin 07 Jan 2019 20:32 WIB

Asia Tenggara Khawatir Perkembangan Jalur Sutra Baru Cina

Cina dinilai memiliki pengaruh sangat kuat di Asia Tenggara.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Peta one belt one road, obor yang merupakan jalur sutra baru dinisiasi Cina
Foto: linkedin
Peta one belt one road, obor yang merupakan jalur sutra baru dinisiasi Cina

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Masyarakat di negara-negara Asia Tenggara mulai mengkhawatirkan ambisi Cina menanamkan pengaruh mereka di kawasan tersebut. Negara-negara ASEAN khawatir dengan Belt and Road Initiative atau One Belt One Road (OBOR), dikenal juga dengan jalur sutra baru, yang diprakasai Cina. 

ISEAS Yusof Ishak Institute, sebuah lembaga think tank yang bermarkas di Singapura melakukan jajak pendapat dengan 1.008 responden dari 10 negara ASEAN. Para responden terdiri atas pegawai pemerintahan, akademisi, komunitas bisnis, warga sipil dan media. 

Sebanyak 73 persen responden jajak pendapat tersebut menyatakan Cina memiliki pengaruh ekonomi yang sangat kuat di Asia Tenggara. Mereka juga yakin Cina memiliki pengaruh politik yang lebih besar dari pada Amerika Serikat (AS). 

Tapi orang-orang yang mengikuti jajak pendapat ini mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang ambisi geostrategis Cina di Asia Tenggara. Hanya satu dari 10 orang yang melihat Cina sebagai negara yang ramah dan baik hati. Hampir setengahnya mengatakan Cina berniat menancapkan pengaruhnya di ASEAN. 

"Hasil ini harus menyadarkan Cina untuk segera menghilangkan citra negatif mereka di seluruh Asia Tenggara meski Beijing berulang kali memastikan (keberadaan mereka di sana) ramah dan damai," kata laporan tersebut menurut kantor berita Reuters, seperti dilansir dari Aljazirah, Senin (7/1). 

Sebanyak 70 persen responden jajak pendapat tersebut mengatakan pemerintah mereka harus berhati-hati dalam membuat kesepakatan dengan Cina terutama dalam proyek OBOR. Para responden khawatir Cina menjebak pemerintah mereka dengan utang. Pandangan-pandangan paling keras berasal dari Malaysia, Thailand, dan Filipina. 

Hampir setengah responden mengatakan kebijakan Presiden Cina Xi Jinping ini akan membawa ASEAN berada dalam lintasan orbit kekuasan Cina. Sementara itu, sepertiganya mengatakan proyek OBOR kurang transparan dan 16 persen yakin proyek tersebut akan gagal. 

Di saat Cina sedang memperkuat pengaruh mereka di ASEAN banyak responden yang skeptis dengan komitmen AS menjadikan kawasan tersebut sebagai mitra bisnis mereka. Para responden juga tidak yakin AS dapat melindungi mereka dari pengaruh Cina. 

Enam dari 10 responden mengatakan sejak tahun lalu pengaruh AS di seluruh dunia sudah semakin menurun. Dua pertiganya yakin perjanjian AS dengan negara-negara Asia Tenggara sudah dilanggar. Sepertiganya mengatakan mereka tidak yakin AS sebagai mitra bisnis dan dapat melindungi kawasan ASEAN. 

"Berdasarkan hasil jajak pendapat kebijakan konvesional Cina berpengaruh di ranah ekonomi sementara Amerika Serikat yang menggunakan pengaruhnya dalam wilayah politik-strategis perlu ditinjau ulang," kata Yusof Ishak Institute dalam laporan mereka itu.

Beberapa pemerintah negara-negara Barat menuduh Cina menarik negara-negara ASEAN ke dalam jebakan hutang melalui OBOR sebagai proyek instruktur yang luarbiasa besar. Proyek ini diharapkan  dapat menghubungkan negara-negara ASEAN, Afrika, Eropa, dan Cina. 

Pada November lalu, Perdana Menteri Pakistan Imran Khan ingin mempertimbangkan kembali proyek kerja sama  Koridor Ekonomi Cina-Pakistan (CPEC) yang menjadi bagian dari proyek OBOR. Media-media Pakistan menilai CPEC itu sebagai cara Cina untuk menarik Pakistan masuk ke dalam jebakan hutang. 

Tapi Wakil Duta Besar Cina di Pakistan Lijin Zhou membantah investasi Cina di Pakistan itu sebagai jebakan utang. Lijin juga membantah projek tersebut sebagai upaya Cina memperluas dominasi mereka dipercaturan internasional. 

"Upaya bilateral ini murni misi ekonomi, dan itu tidak ada hubungannya dengan memperluas pengaruh teritorial atau politik China," kata Lijin, seperti dilansir dari Voice of America. 

Lijin membeberkan rincian investasi dan bantuan Cina ke Pakistan ini. Lijin mengatakan dari 19 miliar dolar AS yang telah dikucurkan Cina ke proyek ini hanya 6 miliar dolar AS yang berupa pijaman lunak. 

Bunganya hanya 2 persen dan masa tenggangnya bervariasi dari lima hingga delapan tahun. Waktu pembayaran pinjaman untuk projek yang lain sekitar dari 12 sampai 15 tahun. Sementara itu, sisa 13 miliar dolar AS adalah investasi luar negeri Cina di Pakistan yang sudah disepakati antara pemerintah Cina dan Pakistan.  

Meski banyak dikritik tapi ada juga yang memuji OBOR. Salah satunya Mantan Sekretaris Jendral PBB Ban Ki-moon. Ban terkesan dengan OBOR. Menurutnya dengan inisiatif tersebut semua orang di seluruh dunia mendapatkan manfaat dari pembangunan yang berhasil di raih Cina.   

"Sangat penting negara-negara sepanjang Belt and Road akan mendapatkan manfaat dan saling bekerja sama, untuk membangun infrastruktur dan pembangunan ekonomi dan sosial, kata Ban pada awal Desember lalu, seperti dilansir dari Xinhua

Selain membahas tentang OBOR jajak pendapat itu juga ingin melihat pandangan masyarakat ASEAN tentang krisis Rohingya di Myanmar. Menurut para responden negara-negara ASEAN harus lebih berperan aktif dalam menyelesaikan konflik Muslim Rohingya. Walaupun sebagai besar responden lebih mendukung proses mediasi dibandingkan tekanan diplomatik ke Myanmar. 

Pada 2017, ada sebanyak 730 ribu Muslim Rohingya yang harus mengungsi dari rumah mereka. Muslim Rohingya harus melarikan diri dari kekejaman militer Myanmar terhadap mereka.   

Para penyedik PBB menuduh militer Myanmar melakukan pembunuhan, perampokan dan pemerkosaan terhadap Muslim Rohingya. PBB menyebut tindakan keras militer Myanmar tersebut sebagai 'pembersihan etnis' dengan 'niat genosida'. Pemerintah Myanmar membantah semua tuduhan tersebut.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement