REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi dilaporkan telah mendeportasi puluhan warga etnis Rohingya ke Bangladesh. Dalam rekaman video yang unggah di situs Middle East Eye pada Ahad (6/1), mereka terlihat berbaris menunggu untuk dideportasi di pusat penahanan Shumaisi di Jeddah.
Menurut rekaman suara yang dikirim ke Middle East Eye, beberapa warga Rohingya itu juga diborgol saat mereka berusaha menolak deportasi. Seorang warga Rohingya yang merekam proses itu mengatakan, ia dan puluhan orang lainnya yang akan dideportasi, telah menempati pusat penahanan Saudi selama hampir enam tahun.
"Saya sudah di sini selama lima hingga enam tahun terakhir, sekarang mereka mengirim saya ke Bangladesh. Tolong doakan saya," kata pria dalam video itu.
Rekaman lain yang dikirim ke Middle East Eye menceritakan insiden deportasi paksa tersebut. Seorang warga Rohingya menuturkan, petugas datang ke sel-sel mereka dan memberitahu untuk mengepak tas untuk bersiap-siap pergi ke Bangladesh.
"Sekarang saya diborgol dan dibawa ke tempat yang bukan negara saya. Saya Rohingya, bukan warga Bangladesh," tambah dia.
Banyak dari mereka dilaporkan memasuki Arab Saudi dengan visa umrah. Tetapi mereka tinggal lebih lama untuk bekerja. Beberapa warga Rohingya yang dikurung di pusat penahanan Shumaisi mengatakan, mereka dikirim ke pusat penahanan setelah polisi Saudi menemukan mereka tidak memiliki dokumen.
Nay San Lwin, seorang aktivis Rohingya mengatakan kepada Aljazirah dari Frankfurt, Jerman, bahwa sebagian besar warga Rohingya memasuki Arab Saudi pada 2012 setelah kekerasan meletus di Negara Bagian Rakhine. Mereka ingin mencari kehidupan yang lebih baik.
Sejak itu, mereka memberi bantuan keuangan bagi keluarga mereka yang ditahan di kamp-kamp pengungsi di Bangladesh. Jika mereka dideportasi ke Dhaka, maka mereka akan menjadi pengungsi dan diangkut ke kamp-kamp pengungsi di Cox's Bazaar.
Nay San menjelaskan, ketika memasuki Arab Saudi, sidik jari mereka telah didaftarkan sebagai warga India, Pakistan, Bangladesh, Nepal karena identitas Rohingya tidak diterima. "Menurut hukum Saudi, karena mereka terdaftar sebagai warga negara yang berbeda, kami tidak dapat melakukan apapun dalam hal bantuan hukum," kata Nay San.
"Saudi membawa empat pejabat kedutaan ke pusat penahanan. Tiga kedutaan menolak [untuk menerima mereka]. Bangladesh adalah satu-satunya yang menerima mereka," ungkapnya.
Muslim Rohingya dari Myanmar digambarkan sebagai minoritas yang paling teraniaya di dunia. Hampir satu juta warga Rohingya terpaksa berlindung di Bangladesh setelah tentara Myanmar melancarkan kampanye brutal terhadap minoritas itu di Negara Bagian Rakhine pada 2017. Belum ada komentar langsung dari otoritas Saudi terkait laporan deportasi ini.
Rohingya telah menghadapi penganiayaan di Myanmar selama beberapa dekade. Pemerintahan militer yang mengambil alih kekuasaan setelah kudeta pada 1962, mencabut kewarganegaraan Rohingya pada 1982.
Baca juga, Aung San Suu Kyi: Tak Ada Pembersihan Etnis Rohingya.
Sejak 2012, menyusul kerusuhan mematikan antara warga Budhis Rakhine dan Rohingya. Puluhan ribu orang dari minoritas itu telah dipaksa untuk tinggal di kamp-kamp pengasingan yang kumuh.
"Mereka telah berada di penjara terbuka selama beberapa dekade. Genosida sedang berlangsung di sana. Tidak ada yang bisa memiliki paspor Myanmar untuk bepergian ke luar Myanmar," ujar Nay San.
Nay San mengatakan bahwa aktivis hak asasi manusia telah mengajukan banding ke otoritas Saudi selama dua tahun terakhir. Ia juga telah mendekati pejabat dan diplomat Saudi, tetapi tidak ada yang siap membantu. Para aktivis juga mendekati pemerintah Eropa untuk mengajukan banding ke pemerintah Saudi.