Senin 14 Jan 2019 08:26 WIB

Biaya Mahal, Siprus Usul Perubahan Misi Pasukan Perdamaian

Penjaga perdamaian menelain biaya 22-23 juta AS per tahun.

Mobil pasukan perdamaian PBB melewati penyeberangan Quneitra, sementara tentara Israel mengawasi di Dataran Tinggi Golan
Foto: Reuters
Mobil pasukan perdamaian PBB melewati penyeberangan Quneitra, sementara tentara Israel mengawasi di Dataran Tinggi Golan

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON— Menteri luar negeri Republik Siprus Utara Turki (TRNC) telah menyerukan diubahnya misi pemelihara perdamaian PBB di pulau tersebut menjadi misi sipil. 

Di dalam satu wawancara dengan Kantor Berita Anadolu, Kudret Ozersay, yang mengadakan pertemuan dengan para pejabat AS dan diplomat di AS, mengatakan misi militer tersebut tidak diperlukan lagi. 

Ia menambahkan perubahan keadaan itu memerlukan perubahan pasukan pemelihara perdamaian saat ini di pulau bagian timur Laut Tengah tersebut.

Ozersay melakukan perjalanan ke New York pada 7 Januari untuk menyampaikan pandangan TRNC ke PBB dan anggota Dewan Keamanan, tempat masalah itu diperkirakan dibahas pada akhir Januari.

Menteri itu, yang menggarisbawahi bahwa kehadiran sebanyak 800 personel PBB di pulau tersebut menelan biaya mahal, menekankan perannya sebagai pencegah bentrokan bersenjata dapat dicapai melalui misi sipil dengan separuh biaya saat ini.

"Kami percaya tak ada keperluan bagi operasi (militer) yang menelan biaya 22-23 juta dolar AS per tahun," kata Ozersay, sebagaimana dikutip Kantor Berita Anadolu, Senin (14/1). 

Ia menambahkan 54 juta dolar AS diperkirakan akan dikeluarkan bagi kehadiran PBB di pulau tersebut pada 2019.

Menteri itu mengatakan, ada pendapat umum di PBB bahwa fungsi, wewenang, dan jumlah tentara pemelihara perdamaian PBB di pulau tersebut perlu diubah, bahkan jika mandat mereka diperpanjang pada Februari.

Ketika berbicara soal sengketa pengambilan sumber daya hidrokarbon di bagian timur Laut Tengah, Ozersay mengatakan masalah itu dapat menjadi kesempatan bagi dialog antara kedua pihak.

Ia menggarisbawahi bahwa tak adanya kesepakatan bilateral mengenai hak pengeboran, banyak perusahaan bisa kehilangan sumber daya dan waktu, dan ketegangan dapat meningkat di wilayah tersebut.

Turki terus menentang pengeboran sepihak pemerintah Siprus Yunani di bagian timur Laut Tengah. Sementara di saat yang sama, Pemerintah Siprus Turki juga mengklaim memiliki hak atas sumber daya di daerah itu.

Ozersay menyatakan kemitraan yang dilandasi atas kerja sama mungkin lebih layak antara bagian utara dan selatan pulau tersebut. Keengganan pemerintah Siprus Yunani berbagi kekuasaan dan kekayaan membuat bentuk federal jadi "tak mungkin".

"Jika Anda tak ingin berbagi pemerintahan dan kekayaan, Anda tak bisa membuat kemitraan federal," katanya. 

Ditambahkan, kerja sama di bidang energi dan memerangi terorisme serta kejahatan yang terorganisasi dapat mengakibatkan saling ketergantungan antara kedua pihak dan "Akhirnya mengarah kepada penyelesaian menyeluruh bagi pertikaian di pulau itu.” 

 

 

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement