REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK— Dewan Keamanan PBB pada Rabu (16/1) berencana menggelar pemungutan suara untuk menyetujui pengerahan sekitar 75 peninjau ke Kota Pelabuhan Hodeidah di Yaman selama enam bulan.
Para peninjau akan memantau gencatan senjata dan pengerahan kembali pasukan dari pihak yang bertikai.
Sepekan setelah pembicaraan perdamaian yang disponsori PBB di Swedia pada Desember 2018, Houthi yang bersekutu dengan Iran dan Pemerintah Yaman yang didukung Arab Saudi mencapai kesepakatan tentang Hodeidah, gerbang masuk utama Yaman untuk pasokan bantuan dan barang-barang komersial sekaligus tempat bergantung jutaaan warga Yaman yang berada di ambang kelaparan.
Dewan Keamanan PBB, yang beranggotakan 15 negara, bulan lalu memberikan lampu hijau bagi tim pemantau pendahulu yang dipimpin pensiunan jenderal asal Belanda Patrick Cammaert dan meminta Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyarankan operasi yang lebih besar.
Dewan Keamanan PBB berencana mengelar pemungutan suara pada Rabu terkait resolusi rancangan Inggris yang meminta Guterres untuk segera mengerahkan operasi lebih besar yang disarankan tersebut, yang akan dikenal sebagai Misi PBB untuk mendukung Kesepakatan Hodeidah (UNMHA).
Rancangan resolusi itu juga meminta negara anggota, terutama negara-negara tetangga, untuk mendukung PBB seperti yang diminta untuk penerapan mandat UNMHA.
Koalisi militer pimpinan Arab Saudi ikut campur tangan dalam perang di Yaman pada 2015 guna mendukung pasukan pemerintah. PBB dan negara-negara Barat mengkritik koalisi tersebut karena banyak warga sipil yang tewas, termasuk anak-anak.
Di sisi lain, negara-negara Teluk menuduh Iran memasok senjata kepada kelompok Houthi, tuduhan yang dibantah Teheran dan kelompok beraliran Syiah.
Resolusi Dewan Keamanan PBB membutuhkan sembilan suara dukungan dan tidak adanya veto dari Inggris, Amerika Serikat, Rusia, Prancis, atau China. Sejumlah diplomat mengatakan rancangan resolusi untuk Yaman tersebut diharapkan dapat disahkan.
Dalam usul yang diajukan ke Dewan Keamanan PBB pada 31 Desember, yang terungkap wartawan Reuters, Guterres menggambarkan tim yang terdiri atas 75 peninjau itu sebagai ketangkasan yang hadir untuk memantau kepatuhan terhadap kesepakatan dan menciptakan serta menilai fakta-fakta dan situasi di lapangan.
"Sejumlah sumber daya dan aset yang sesuai juga akan diharuskan untuk memastikan keselamatan dan keamanan personel PBB, termasuk kendaraan yang dilengkapi senjata, prasarana untuk komunikasi, pesawat serta dukungan medis yang sesuai," tulis Gutteres.
Menurut Gutteres, sumber daya seperti itu akan menjadi prasyarat untuk peluncuran dan kelanjutan misi secara efektif.
Gutteres mengatakan misi pemantauan yang lebih besar akan berkontribusi dalam mempertahankan proses politik yang rapuh. Griffiths berniat akan menggelar satu kali lagi rangkaian pembicaraan antara pihak yang bertikai pada bulan ini.