REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Seorang perempuan Saudi kembali meminta perlindungan di media sosial untuk bisa terbebas dari keluarganya. Beberapa hari sebelumnya, hal serupa dilakukan oleh Rahaf Mohammed al-Qunun, perempuan Saudi yang melarikan diri dari keluarganya dan mendapatkan suaka dari Kanada.
Namun kasus perempuan yang diidentifikasi bernama Nojoud al-Mandeel ini berbeda dengan kasus Qunun. Dia belum meninggalkan kerajaan. Ia juga belum mengungkapkan wajahnya, dan hanya meminta bantuan di Twitter dalam bahasa Arab.
Pada Senin (14/1), al-Mandeel mengunggah sebuah rekaman audio di Twitter. Ia menuduh ayahnya telah memukul dan membakarnya atas sesuatu hal yang sepele.
Dia juga mengunggah video yang menunjukkan gambar kolam renang tetangganya yang terjaga keamanannya. Al-Mandeel mengatakan, dia melompat dari jendela kamarnya ke kolam itu. Lalu seorang teman menjemputnya dan mereka melarikan diri.
"Jangan minta saya untuk melapor ke polisi," kata dia. Al-Mandeel menjelaskan dalam upaya sebelumnya, polisi baru saja meminta ayahnya untuk menandatangani janji agar tidak memukulinya lagi.
Baca juga, Soal Qunun, Organisasi Saudi Tuding Ada Hasutan Negara Asing.
Setelah kisahnya menarik banyak perhatian di dunia maya, dia dijanjikan perlindungan oleh aktivis Arab Saudi untuk para korban kekerasan dalam rumah tangga. Jaksa juga dilaporkan sudah mulai menyelidiki tuduhannya.
Al-Mandeel ditempatkan di fasilitas penampungan domestik. Namun pada Selasa (16/1) ia mengeluh di Twitter tentang pembatasan pergerakan di tempat penampungan itu.
Meski keadaan mereka berbeda, klaim kekerasan yang dialami oleh kedua perempuan itu mencerminkan bahwa banyak perempuan Saudi yang telah menggunakan media sosial untuk mempublikasikan pelarian mereka.
Ada spekulasi bahwa pelarian Qunun yang sukses akan menginspirasi orang lain untuk mengikutinya. Namun, jika tertangkap, mereka menghadapi ancaman kematian karena dianggap mempermalukan keluarga.
Qunun menulis di Twitter bahwa ayahnya, Mohammed Mutliq al-Qunun, adalah gubernur Kota al-Sulaimi di pedalaman Provinsi Ha'il. Di provinsi itu, hampir semua perempuan menutupi wajah mereka dengan kerudung hitam dan mengenakan jubah hitam longgar, atau abaya, di depan umum.
Menurut statistik Pemerintah Saudi, sedikitnya 577 perempuan Saudi telah mencoba melarikan diri dari rumah mereka di negara itu pada 2015, meskipun jumlah sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.
Shahad al-Mohaimeed (19 tahun) yang melarikan diri dari keluarganya yang ultrakonservatif di Arab Saudi dua tahun lalu, mengatakan ketakutan bisa mencegah seseorang untuk melarikan diri.
"Ketika seorang gadis Saudi memutuskan untuk melarikan diri, itu berarti dia memutuskan untuk mempertaruhkan nyawanya dan mengambil langkah yang sangat, sangat berisiko," kata al-Mohaimeed yang sekarang tinggal di Swedia.
Al-Mohaimeed menambahkan, Twitter adalah tempat perempuan Saudi dapat berbagi cerita dan didengar. "Saya tidak dilahirkan di dunia ini untuk melayani seorang pria. Saya dilahirkan di dunia ini untuk memenuhi impian saya, mencapai impian saya, tumbuh, belajar dan mandiri - untuk merasakan kehidupan saat saya memegangnya di tangan saya sendiri," ungkapnya seperti dikutip Aljazirah.