Sabtu 19 Jan 2019 18:12 WIB

PBB : Bahan Bakar Iran Biayai Pemberontak Houthi

Ada perusahaan yang memalsukan dokumen untuk memasok bahan bakar.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Pro-Houthi armed tribesmen attend a tribal gathering to show support to the Houthi rebels in Sana’a, Yemen, 10 December 2015.
Foto: EPA/YAHYA ARHAB
Pro-Houthi armed tribesmen attend a tribal gathering to show support to the Houthi rebels in Sana’a, Yemen, 10 December 2015.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Para ahli PBB menulis laporan untuk Dewan Keamanan yang berisi tentang bagaimana Iran secara ilegal mengirimkan kapal berisi bahan bakar ke Yaman untuk pemberontak Houthi. Uang penjualan bahan bakar tersebut digunakan untuk membiayai para pemberontak melawan pemerintah Yaman.

Para ahli PBB mengidentifikasi sejumlah perusahaan di dalam dan di luar Yaman yang beroperasi dengan dokumen palsu. Perusahaan-perusahaan itu menggunakan nama yang tidak ada dalam daftar hitam PBB.

Para ahli mengatakan, perusahaan-perusahaan itu memalsukan dokumen dengan menyatakan bahan bakar yang mereka kirimkan untuk disumbangkan. Tapi para ahli menemukan bahan bakar tersebut diisi di pelabuhan Iran. Dokumen palsu itu juga untuk menghindari pemeriksaan PBB.  "Hasil dari penjualan bahan bakar ini untuk membiayai pemberontak Houthi dalam perang mereka," tulis para Ahli, Sabtu (19/1). 

Sudah berulang kali Iran membantah memberikan bantuan militer kepada pemberontak Houthi. Tapi bukan hanya kali ini Iran terbukti membantu dan mendukung pemberontak Houthi. Pada 2018 lalu para ahli juga memaparkan hal yang sama.

"Ancaman terhadap pelayaran komersial meningkat sejak pasukan Houthi mengembangkan dan menggunakan senjata canggih seperti rudal anti kapal dan peledak yang diperbaharui dalam menghacurkan kapal di Laut Merah," kata laporan tahun 2018 tersebut. 

Baca juga, Presiden Yaman Ajak Seluruh Warga Perangi Houthi.

Dalam laporan terbaru pada 2019 para ahli juga menyebutkan Iran dan pemberontak Houthi telah melanggar hukum internasional dengan mendukung serangan militer dan menahan lawan secara sewenang-wenang. Melalui laporan itu para ahli menggambarkan suramnya masa depan Yaman.

Menurut para ahli PBB itu Yaman yang sudah 'terpecah belah' menuju 'krisis ekonomi dan kemanusian' tanpa ada tanda-tanda kemenangan dari kedua belah pihak yang bertikai. Mereka melihat Perang Yaman sebagai proxy war antara Arab Saudi dengan Iran di kawasan tersebut.

Dalam laporan setebal 85 halaman tersebut para ahli mengatakan pemerintah Yaman dan koalisi yang pimpin Arab Saudi telah membuat 'kemajuan yang signifikan' dalam menghadapi pemberontak Houthi selama 2018 ini. Tapi tujuan mereka untuk memperbaiki kekuasaan pemerintah yang sah 'masih jauh dari kenyataan'.

Pada saat yang sama, panel ahli yang memantau sanksi PBB terhadap Yaman juga mengkhawatirkan pergerakan pemberontak Houthi. "Pemimpin-pemimpin Houthi terus mengkonsolidasikan cengkeraman mereka atas lembaga-lembaga pemerintah dan non-pemerintah," tulis mereka.

Perang Yaman dimulai pada tahun 2014 ketika pemberontak Houthi mengepung dan mengambil alih kekuasaan di ibukota Sanaa. Mereka ingin menjungkirkan pemerintahan Abed Rabb Mansour Hadi. Koalisi yang pimpin Arab Saudi bersekutu dengan Hadi untuk melawan pemberontak Houthi sejak tahun 2015 lalu.

Serangan udara koalisi yang dipimpin Arab Saudi menghancurkan sekolah, rumah sakit sampai pesta pernikahan. Membunuh ribuan warga sipil Yaman. Sementara pemberontak Houthi menembakan misil jarak jauh ke Arab Saudi dan mengincar kapal-kapal mereka yang berlayar di Laut Merah.

Perang di negara termiskin di Arab ini telah menyebabkan kematian ratusan ribu warga sipil dan menciptakan krisis kemanusiaan. Jutaan orang terancam mengalami kelaparan dan kekurangan bantuan medis.

Dalam laporan tahun lalu para ahli mengatakan Iran telah melanggar embargo senjata yang diberlakuk PBB. Secara langsung maupun tidak langsung Iran menyediakan misil dan pesawat tanpa awak atau drone untuk pemberontak Houthi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement