REPUBLIKA.CO.ID, NARATHIWAT -- Dua biksu dibunuh orang bersenjata di sebuah kuil, di Provinsi Narathiwat, Thailand. Penembakan tersebut juga melukai dua biksu lainnya. Pembunuhan ini menjadi pembunuhan pertama di wilayah tersebut sejak tiga tahun yang lalu.
Seorang kepala dan wakil kepala kuil tewas ketika enam orang bersenjata dengan seragam pasukan keamanan menerobos masuk ke dalam kuil. Para laki-laki bersenjata itu melepaskan tembakan pada Jumat (18/1) malam waktu setempat.
Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-ocha dan pemimpin agama di seluruh Thailand mengutuk serangan tersebut. Populasi Provinsi Narathiwat mayoritas beretnis Melayu. Wilayah itu juga dikenal sebagai tempat para pemberontak Thailand bermukim.
"Perdana Menteri mengutuk tindakan keterlaluan ini dan sudah memerintahkan pihak berwenang untuk segera menyelidiki kejadian ini dan menangkap para pelaku kejahatan," kata pernyataan Kantor Perdana Menteri Thailand, Sabtu (19/1).
Baca juga, Wisata Pantai Ternama Thailand Dibom.
Kepolisian mengatakan, para pelaku masih dalam pengejaran. Tidak hanya perdana menteri tapi pemuka agama Islam di Thailand juga menanggapi kejadian ini.
"Kami meminta para pelaku kekerasan di perbatasan sebelah selatan dari semua pihak untuk berhenti membunuh pemuka agama dan orang-orang yang tak bersalah," kata pernyataan yang dikeluarkan Sheikhul Islam, perwakilan minoritas Muslim di Thailand.
Pemberontak separatis telah melakukan aksi mereka sejak lima belas tahun yang lalu. Organisasi Deep South Watch mengatakan, sudah lebih dari 6.900 orang terbunuh dan 13 ribu lainnya terluka di sebelah selatan Thailand sejak 2004 ketika kekerasan mulai terjadi.
Thailand adalah negara mayoritas pemeluk agama Budha. Tapi Muslim Melayu menjadi mayoritas di tiga provinsi sebelah selatan yang berbatasan dengan Malaysia. Tiga provinsi tersebut dan satu wilayah kecil lainnya bekas kesultanan Melayu yang diambil alih oleh Thailand pada 1909.
Pemberontakan terus terjadi sejak saat itu. Belum ada kelompok yang mengaku bertanggung jawab atas penembakan yang terjadi di kuil tersebut. Baik pemuka agama Budha dan Islam sering menjadi incaran para pemberontak.
Sejak 2004 lalu setidaknya sudah ada 23 biksu yang tewas dan lebih 20 biksu lainnya terluka atas serangan-serangan para pemberontak.
Sementara seorang Imam Muslim tewas di tembak di Provinsi Narathiwat pada 11 Januari lalu. Pembunuhan-pembunuhan ini menambah ketegangan antara agama yang akar permasalahannya adalah etnis dan kedaulatan.
"Banyak penganut agama Budha, tidak hanya di selatan tapi juga diseluruh penjuru Thailand merasa terganggung oleh Muslim, dan butuh waktu untuk merubah itu," kata ketua Buddhist Network for Peace Rakchart Suwan.
Para ahli mengatakan penembakan di kuil ini mengindikasi para pemberontak yang menamakan diri mereka Barisan Revolusi Nasional (BRN) masih memiliki kekuatan militer. Meski pemerintah Thailand sudah berusaha untuk memusnahkannya.
"Terlepas dari tujuan spesifik BRN atas serangan ini, pemerintah Thailand akan sangat bodoh jika tidak mempertimbangkan bahaya racun komunal di selatan yang mana bisa lepas dari kontrol mereka," kata pakar keamanan dan pertahanan, Anthony Davis.
Untuk mengakhiri kekerasan ini, militer Thailand sempat melakukan pembicaraan dengan Malaysia pada 2015 lalu. Tapi BRN tidak ikut dalam pembicaraan tersebut. Kabarnya proses perundingan akan kembali dilakukan pada tahun ini.