REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pemerintah Israel berencana menutup sekolah-sekolah yang dikelola Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) di Yerusalem Timur yang diduduki. Israel akan mengganti sekolah itu dengan sekolah yang dikelola pemerintah kota Yerusalem dengan dukungan Kementerian Pendidikan Israel.
Media Israel melaporkan Dewan Keamanan Nasional Israel akan mencabut izin operasi sekolah-sekolah UNRWA di Yerusalem Timur. Jika terealisasi, sekolah-sekolah tersebut harus ditutup pada tahun ajaran berikutnya.
UNRWA mengecam rencana tersebut. "Keberadaan UNRWA di Yerusalem bukanlah hadiah Israel. Ada perjanjian bilateral yang mengikat Israel untuk menghormati instalasi lembaga, yurisdiksi, dan imunitas di Yerusalem," ujar juru bicara UNRWA Sami Meshasha dalam sebuah konferensi pers pada Ahad (20/1), dikutip laman Aljazirah.
Menurut Meshasha, jika sekolah-sekolah UNRWA di Yerusalem Timur ditutup, Israel jelas melanggar Konvensi Pengungsi 1946. "Israel adalah (negara) pihak pada Konvensi Pengungsi 1946, dan upaya-upaya semacam itu melanggar konvensi ini," ujarnya.
Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Hanan Ashrawi turut mengecam rencana Israel menutup sekolah-sekolah UNRWA di Yerusalem Timur. Dia menilai, hal itu merupakan penghinaan terhadap komunitas internasional serta pengabaian terhadap hukum dan lembaganya.
"Langkah provokatif ini sengaja menargetkan para pengungsi Palestina dan hak-hak mereka dijamin hukum internasional dan kemanusiaan," kata Ashrawi dalam sebuah pernyataan yang dikutip kantor berita Palestina, WAFA.
UNRWA mengelola tujuh sekolah di dua kamp pengungsi di Yerusalem Timur yang diduduki. Ketujuh sekolah itu menaungi sekitar 3.000 siswa.
Operasi UNRWA di Yerusalem Timur memang kerap direcoki Israel. Pada Oktober tahun lalu, misalnya, mantan wali kota Yerusalem dari Israel, Nir Barakat, menuduh layanan UNRWA di wilayah tersebut ilegal.
Barakat juga menuding UNRWA mempromosikan hasutan terhadap Israel. "Kami mengakhiri kebohongan 'masalah pengungsi Palestina' dan upaya menciptakan kedaulatan palsu dalam kedaulatan," katanya.
UNRWA didirikan pada 1949, tepatnya setelah 700 ribu warga Palestina diusir paksa menjelang pembentukan negara Israel. Hingga kini, UNRWA harus mempertahankan layanan dan bantuannya untuk sekitar 5 juta pengungsi Palestina yang tersebar di Tepi Barat, Jalur Gaza, Suriah, Lebanon, dan Yordania.
UNRWA nyaris menghentikan layanannya setelah Amerika Serikat (AS) memutuskan menghentikan pendanaannya untuk lembaga tersebut tahun lalu. AS merupakan penyandang dana terbesar bagi UNRWA dengan kontribusi rata-rata mencapai 300 juta dolar AS per tahun.
Keputusan AS menyetop kontribusinya terhadap UNRWA dianggap sebagai upaya untuk menarik kembali Palestina ke perundingan damai dengan Israel. Sejak AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, Palestina memutuskan mundur dari perundingan yang dimediasi AS. Palestina menilai AS tidak menjadi mediator netral karena terbukti melayani kepentingan politik Israel.