REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Sekitar 2,8 juta penduduk Mindanao, Filipina, mengikuti referendum otonomi wilayah tersebut pada Senin (21/1). Hal itu merupakan upaya puncak dari proses perdamaian guna mengakhiri konflik separatis yang telah berlangsung selama puluhan tahun.
Referendum otonomi Mindanao diinisiasi Pemerintah Filipina dan Front Pembebasan Islam Moro (MILF), kelompok yang diproyeksikan mengelola serta menjalankan pemerintahan di sana. Ketua MILF Murad Ebrahim optimistis mayoritas penduduk Mindanao memilih "ya" untuk mendapatkan otonomi.
"Kami yakin bahwa 'ya' akan menang. Jika tidak ada manipulasi, tidak ada intimidasi, akan ada persetujuan yang luar biasa," ujar Murad.
Jika hasil referendum dimenangkan oleh pemilih "ya", Pemerintah Filipina akan menyerahkan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan fiskal kepada Mindanao. Sementara urusan pertahanan, keamanan, kebijakan luar negeri, dan moneter tetap dipantau oleh pusat.
MILF dan pemerintah berharap otonomi akan mengarah pada investasi yang lebih besar dalam infrastruktur dan sumber daya alam. Hal itu memungkinkan Mindanao melakukan perluasan ekspor buah, nikel serta pengembangan industri minyak kelapa sawit. Hasil referendum dijadwalkan diumumkan pada Jumat (25/1).
Pekan lalu Presiden Filipina Rodrigo Duterte mendesak penduduk Mindanao menyetujui rencana penyerahan otonomi wilayah tersebut. Sebab hal tersebut membuktikan bahwa mereka menginginkan perdamaian, pembangunan, dan kepemimpinan lokal yang benar-benar mewakili serta memahami kebutuhan masyarakat yang mayoritas Muslim.
Mindanao telah bergejolak akibat konflik separatis selama empat dekade. Lebih dari 120 ribu orang telah tewas akibat pertempuran. Hal itu menyebabkan Mindanao menjadi salah satu wilayah termiskin di Asia.
MILF telah mengecam kelompok ekstremis dan separatis yang menghuni wilayah tersebut. Menurut MILF, lambatnya kemajuan menuju devolusi menjadi faktor utama di balik pendudukan Kota Marawi oleh para pemberontak yang terafiliasi ISIS pada 2017.
Sejak saat itu, seluruh Mindanao berada di bawah darurat militer. Serangan darat dan udara yang dilancarkan pasukan pemerintah ke wilayah tersebut berlangsung selama lima bulan.