Rabu 23 Jan 2019 08:07 WIB

Dua Jasad Termutilasi adalah Kritikus Kerajaan Thailand

Keduanya ditemukan di tepi sungai Mekong bulan lalu dengan wajah babak belur.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Mayat (ilustrasi)
Foto: www.pollsb.com
Mayat (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Kepolisian Thailand berhasil mengidentifikasikan jasad dua orang pria yang ditemukan dengan kondisi dimutilasi di timur laut Thailand. Mereka adalah orang dekat dari Surachai Sae-Dan, seorang kritikus utama kerajaan.

Keduanya ditemukan di tepi sungai Mekong bulan lalu dengan wajah babak belur. Mereka dan Surachai merupakan anggota kelompok yang mengungsi ke Laos pada 2014 setelah kudeta militer Thailand.

Ketiganya menghilang pada 12 Desember. Sementara nasib Pak Surachai tidak diketahui hingga kini. Kelompok kampanye Human Rights Watch mengatakan, lima kritikus pemerintah Thailand yang tinggal di Laos telah hilang dalam dua tahun terakhir.

Seperti dilansir BBC, kedua korban ditemukan menjelang akhir Desember. Salah satu dari mereka mengambang di sungai dengan keduanya dibungkus karung dan jaring ikan serta diikat dengan tali.

Baca juga, Pria Thailand Bantai Anggota Keluarga di Pesta Tahun Baru. 

Setelah tes DNA, mereka diidentifikasi sebagai Kraidej Luelert dan seorang pria yang hanya dikenal dengan nama belakangnya, Phuchana. Laporan yang belum dikonfirmasi mengatakan, mayat ketiga ditemukan pada saat yang sama tetapi kemudian menghilang lagi.

Para koresponden mengatakan, insiden itu telah menimbulkan kekhawatiran tentang penculikan oleh aparat. Meskipun para pejabat Thailand membantah terlibat dalam penghilangan tersebut.

Thailand telah gagal untuk mengekstradisi sejumlah aktivis yang melarikan diri ke luar negeri sejak kudeta. Surachai Sae-Dan, yang nama aslinya adalah Surachai Danwattananusorn, telah menjadi kritikus blak-blak-an terhadap militer dan monarki Thailand sejak tahun 1970-an.

Pada akhir tujuh puluhan, ia telah menjalani beberapa hukuman penjara termasuk di bawah undang-undang penghinaan monarki. Dia dipenjara lagi pada 2012, tetapi diberikan pengampunan kerajaan pada tahun berikutnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement