REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah media asing internasional menyoroti bebasnya Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) pada Kamis (24/1) pagi ini. Ahok bebas setelah menjalani masa hukuman selama satu tahun delapan bulan dan 15 hari di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat atas kasus penistaan agama Islam.
"Ahok, mantan gubernur Jakarta, dibebaskan setelah hukuman penjara karena penistaan agama," tulis the Guardian edisi Kamis (24/1).
The Guardian menuliskan bahwa politisi Indonesia Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dibebaskan di tengah desas-desus kemungkinan besar Ahok yang berusaha menghidupkan kembali nasib politiknya. "Mantan Gubernur Jakarta, Indonesia yang dipenjara karena penistaan agama pada tahun 2017 telah dibebaskan," ujar BBC dalam beritanya.
Strait Times menuliskan Ahok keluar dari penjara pada pukul 07.30 dan disambut oleh putranya. Beberapa pendukungnya juga menunggunya bebas. "Sejumlah pendukung Ahok berpakaian merah, biru dan putih berkumpul di luar Mako Brimob di Depok, Jakarta Selatan, menunggu pembebasannya," kata Straits Times.
"Sebelum pembebasannya, ada laporan media dan banyak obrolan tentang masa depannya, termasuk diundang untuk berbicara di beberapa negara," lanjut media tersebut.
Kantor berita Reuters juga memberitakan pembebasan Ahok pagi ini. Sementara France24 memberitkan pembebasan Ahok dan menceritakan masa kecil Ahok yang dibesarkan dengan ayah yang tegas. Ahok dilahirkan dalam keluarga kaya di pulau Belitung di Indonesia barat, dan belajar geologi di universitas di Jakarta, sebelum kembali ke desanya dan menjalankan bisnis.
Ayahnya mendesak dia untuk menggunakan bakatnya untuk membantu mereka yang kurang beruntung, dan dia memasuki politik lokal pada 2004.
Ia terpilih sebagai anggota parlemen nasional pada tahun 2009 dan bertemu Joko Widodo. Mereka kemudian mencalonkan diri dalam pemilihan Gubernuh DKI Jakarta 2012 dan menang dengan Jokowi sebagai gubernur dan Ahilok sebagai wakil gubernur.
"Namun, warisan sejatinya mungkin bukan jalan atau taman yang ia ciptakan, tetapi kepribadiannya," kata Syamsuddin Haris, seorang analis politik di Institut Ilmu Pengetahuan Indonesia.
"Warisannya adalah keterbukaan, kejujuran, keberanian, kepemimpinan yang menentukan, dan pendiriannya melawan korupsi," kata Haris.