Senin 28 Jan 2019 15:03 WIB

Venezuela Terancam Kehilangan Pendapatan Minyak

Amerika Serikat mengakui oposisi Juan Guaido sebagai presiden sementara Venezuela.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Nicolas Maduro
Foto: EPA-EFE/Miguel Gutierrez
Nicolas Maduro

REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Perselisihan yang terjadi dalam pemerintahan Venezuela dapat berdampak pada perekonomian dan kesejahteraan rakyat. Pengakuan Amerika Serikat (AS) terhadap pemimpin oposisi Juan Guaido sebagai presiden sementara Venezuela, dapat memblokir akses Pemerintahan Presiden Nicolas Maduro ke pendapatan minyak.

Arahan yang disampaikan oleh pemerintah AS kepada Federal Reserve akan mempersulit Maduro untuk mengakses aset dan pendapatan Venezuela di luar negeri. Hal itu termasuk akses pendapatan dari Citgo yang merupakan anak perusahaan minyak milik negara, dan berbasis di Houston. Selain itu, hal tersebut juga berisiko terhadap cadangan emas Venezuela yang disimpan di brankas Bank of England.

Kepala ekonom Torino Capital yang berbasis di New York, Francisco Rodriguez mengatakan, jika pemerintahan Maduro tidak segera melakukan pemilihan umum maka dapat membuat produksi minyak terhenti. Selain itu, 29 juta rakyat Venezuela akan mengalami kekurangan pangan dan pelemahan aktivitas ekonomi.

"Jika Maduro tetap berkuasa, Venezuela dapat mengalami bencana kemanusiaan," ujar Rodriguez dilansir Associated Press, Senin (28/1).

Rodriguez berpendapat, hal serupa terjadi di Libya pada 2011 silam di mana pemerintahan Obama membekukan aset pemerintah sebagai pembalasan atas tindakan keras Moammar Gadhafi terhadap pengunjuk rasa selama Arab Springs. Akibatnya, produksi minyak di Afrika Utara turun lebih dari 70 persen.

Selain itu, pembekuan aset juga dialami oleh Irak setelah invasi Saddam Hussein ke Kuwait. Pembekuan aset tersebut turut melibatkan dukungan dari komunitas internasional. Berbeda dengan Irak, Maduro masih memiliki negara pendukung penting yakni Cina dan Rusia.

Managing partner dari Caracas Capital, Russ Dallen mengatakan, jika AS membekukan aset Venezuela, maka Maduro masih bisa menjual sekitar 500 ribu barel minyak ke pasar yang lebih bersahabat seperti Rusia, Cina, India, Malaysia, dan Thailand. Namun, memproses transaksi keuangan internasional sangat sulit tanpa melalui AS dan bank-bank Eropa.

Selain itu, biaya transportasi juga akan melonjak karena pelabuhan di Venezuela tidak dilengkapi dengan tanker canggih yang dapat mengangkut minyak ke negara yang cukup jauh. Dallen berpendapat, jika AS menyerahkan kendali Citgo kepada orang-orang yang dipilih oleh Guaido, maka Maduro akan berhenti membayar pinjaman kepada perusahaan minyak milik Rusia, Rosneft.

"Maduro sudah menghadapi situasi yang sangat kompleks, hilangnya pendapatan dari Citgo dan pasar AS akan menghancurkan produksi minyak dan arus kas negara, dengan demikian rakyat akan kelaparan dan banyak orang yang melarikan diri dari negara tersebut," kata Dallen.

Jika pertikaian antara Guaido dan Maduro berlanjut, perekonomian Venezuela akan berkontraksi sekitar 30 persen pada 2019. Selain itu, inflasi akan mencapai sekitar 23 juta persen. Namun, jika oposisi menang, maka prospek investasi diperkirakan membaik dalam jangka panjang. Sementara itu, seorang ekonom yang berbasis di Caracas, Orlando Ochoa mengatakan, AS harus memainkan peran utama untuk mengumpulkan dukungan dari lembaga keuangan internasional, mencabut sanksi, dan memberikan bantuan untuk melindungi Venezuela dari tuntutan kreditor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement