REPUBLIKA.CO.ID, SARAJEVO – Sejumlah mainan menggantung dilangit-langit bangunan. Sementara sejumlah buku harian terpajang rapi di salah satu sudut War Childhood Museum atau museum anak-anak korban perang yang berada di Sarajevo, Bosnia Herzegovina. Itu sebagai penghormatan terhadap anak-anak yang selamat namun masih diliputi bayang-bayang perang di Suriah.
Pendirinya adalah Jasminko Halilovic. Didorong oleh kenangan masa kecilnya selama konflik Balkan pada 1990, Halilovic telah menjadikan museum itu sebagai harta karun barang-barang pribadi anak-anak. Sebab benda-benda di dalamnya merupakan hasil sumbangan anak-anak.
Kini Helilovic ingin mengubah museum itu menjadi arsip terbesar dunia pada masa perang. Pameran yang berlangsung Ahad (27/1) kemarin, menyuguhkan barang-barang hasil sumbangan anak-anak di kamp pengungsian warga Suriah di Libanon.
Di antara benda-beda tersebut yakni gantungan kunci berbentuk sandal warna-warni yang diberikan seorang anak berusia 15 tahun, Marwa kepada museum.
“Kunci-kunci itu membuka pintu ke rumah paling indah yang pernah saya lihat. Kamar saya memiliki dinding merah muda dan hijau. Sayangnya, rumah terbakar selama perang, jadi kami tidak punya rumah lagi, ” kata Marwa seperti dilansir Alarabiya pada Senin (28/1).
Menurut data UNICEF terdapat sekitar 2,5 juta anak-anak pengungsi Suriah yang tinggal di luar Suriah. Sementara total terdapat 2,6 juta orang yang telantar.
“Kami ingin menunjukkan bahwa anak-anak korban perang tidak hanya menjadi korban pasif seperti kita sering lihat, tetapi mereka yang selamat (juga terdampak menjadi korban),” kata Halilovic.
Usai mengumpulkan 4 ribu arsip video wawancara, Halilovic pun mulai mengumpulkan barang-barang pribadi milik anak-anak yang terkena dampak perang lain, seperti Suriah, Ukraina, dan Afghanistan.
Koleksi Suriah dikumpulkan dengan bantuan Abed Moubayed dari Aleppo. Seorang mahasiswa program master Universitas of York yang magang di museum.
“Ini adalah kesempatan bagi anak-anak Suriah untuk mengangkat suara mereka dan memberi tahu seluruh dunia tentang pengalaman dan penderitaan mereka. Sangat penting untuk menunjukkan bahwa sejarah berulang dengan sendirinya dan kita semua perlu melakukan sesuatu untuk menghentikannya, ” kata Moubayed, yang meninggalkan Suriah pada 2012.
“Anak-anak Suriah tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan mereka dan anda bisa melihatnya dari cerita mereka,” katanya.
Perang Bosnia 1992 sampai 1995 merenggut 100 ribu nyawa dan menelantarkan lebih dari 2 juta orang. Perang itu pun menjadi perang yang paling berdarah di Eropa sejak Perang Dunia Kedua.