Rabu 30 Jan 2019 08:07 WIB

Putra Mahkota Saudi Bersama Sekjen PBB Bahas Konflik Yaman

Arab Saudi memimpin agresi militer di Yaman.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Konflik di Yaman (ilustrasi)
Foto: VOA
Konflik di Yaman (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Mohammed bin Salman (MBS) melakukan pembicaraan via telepon dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Selasa (29/1). Mereka membahas tentang upaya penyelesaian konflik Yaman yang dinilai mulai menampakkan hasil positif.

"Sekjen PBB menyatakan terima kasih atas dukungan Kerajaan (Saudi) dalam mendorong hasil positif dalam dialog antara pihak-pihak Yaman," kata Saudi Press Agency dalam laporannya mengutip pembicaraan Pangeran MBS dan Guterres.

Pangeran MBS menyambut apresiasi Guterres dengan menyatakan kesiapan Saudi untuk mengakhiri konflik Yaman. "Putra mahkota menekankan ketegasan Arab Saudi pada segala sesuatu yang melayani kepentingan rakyat dan keamanan serta stabilitas Yaman," menurut Al Arabiya dalam laporannya.

Saudi merupakan negara yang memimpin agresi ke Yaman. Serangan militer dilakukan guna memukul kelompok Houthi yang merongrong pemerintahan Abd-Rabbu Mansour Hadi. Riyadh diketahui mendukung pemerintahan Mansour Hadi.

Dalam konflik tersebut, Saudi dan Houthi berusaha untuk mengontrol pelabuhan Hodeidah yang menjadi pintu masuk utama impor komersial serta bantuan kemanusiaan untuk Yaman. Saudi sempat menguasai pelabuhan tersebut dan memblokade akses dari dan menuju Hodeidah.

Hal itu menyebabkan aliran bantuan untuk Yaman sempat tersendat. Akibatnya, negara itu dilanda krisis kemanusiaan yang semakin memburuk setiap harinya.

Saat ini PBB sedang berupaya menyelamatkan kesepakatan yang telah dicapai kedua belah pihak pada Desember tahun lalu. Kesepakatan itu mengatur tentang penarikan pasukan masing-masing dari pelabuhan Hodeidah.

Namun Saudi dan Houthi masih belum bersepakat tentang siapa yang akan mengontrol pelabuhan jika pasukannya masing-masing ditarik dari sana.

Konflik Yaman telah berlangsung selama empat tahun. Lebih dari 10 ribu orang telah tewas selama peperangan berlangsung, sementara sekitar 3 juta lainnya mengungsi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement