REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Qantas membatalkan delapan dari 20 pesanan pesawat A380. Hal itu berkontribusi terhadap hilangnya kontrak Airbus senilai 4 miliar dolar AS (atau setara Rp 56,5 triliun).
Mengonfirmasi sinyal sebelumnya, Qantas mengatakan tidak akan memesan lagi pesawat raksasa dan akan tetap memiliki 12 armada, bukannya 20 yang awalnya dipesan pada 2006.
"Pesawat ini belum menjadi bagian dari rencana armada dan jaringan maskapai untuk beberapa waktu," kata seorang juru bicara.
"Qantas tetap berkomitmen untuk peningkatan besar terhadap armada A380 yang ada, yang dimulai pada pertengahan kalender 2019 dan akan membuat kami mengoperasikan pesawat ini dengan baik di masa depan."
Konfirmasi pembatalan datang setelah pelanggan A380 terbesar, yakni Emirates, mulai berdiskusi dengan Airbus tentang mengalihkan beberapa pesanan A380 ke model yang lebih kecil. Hal itu setelah gagal mengamankan kontrak mesin untuk pesanan gelombang terbaru.
Menghindari perjanjian kejutan untuk menghentikan pesanan A380, Airbus sedang bersiap untuk menutup produksi pesawat double-decker ini lebih awal dari yang direncanakan dan bisa merilis pengumuman terperinci sedini hasil tahunan mereka pada 14 Februari, jelas pihak yang akrab dengan masalah tersebut.
Sebuah sumber di industri mengatakan "ini adalah akhir dari A380", tetapi Airbus menolak berkomentar.
Belum mewakili hasil satu tahun
Pesawat A380 yang luas berisi 544 kursi dan bermesin empat dipandang sebagai sebuah kesuksesan dalam hal penumpang. Tetapi, mereka berada di bawah tekanan karena adanya kemajuan dalam jet bermesin ganda terbaik.
Salah satu pesawat bermesin ganda seperti itu adalah 787 Dreamliner dari saingan mereka di AS, Boeing. Qantas memiliki delapan pesawat jenis ini di armada internasionalnya.
Airbus juga telah melaporkan pembatalan pesanan untuk lima dari pesawat model terkecil mereka, A220-100, yang bisa memuat 110 kursi, yang terlihat dalam laporan penghitungan bulanan. Airbus baru-baru ini mengakuisisi program A220 dari Bombardier Kanada.
Lima pesawat sebelumnya telah didedikasikan untuk pembeli pemerintah atau swasta yang tidak disebutkan namanya. Pembatalan gabungan itu berarti Airbus memulai tahun ini dengan total bersih 13 pesanan setelah gagal memenangi kontrak baru selama Januari. Perusahaan ini mengirimkan 39 jet di bulan yang sama.
Airbus, tak menganggap siginifikan kurangnya pesanan baru di bulan pertama tahun ini.
"Satu bulan tidak mencerminkan satu tahun," kata seorang juru bicara.
Boeing memenangi perlombaan pesanan melawan Airbus tahun lalu dan belum mempublikasikan data untuk Januari tahun ini.
Simak berita ini dalam bahasa Inggris di sini.
Ikuti berita-berita lain di situs ABC Indonesia.